Selain itu, Hendro juga mengalami cerita lain sebelum ia tertembak oleh Fretelin. Hendro mengatakan sempat berniat negatif saat berada di Timor Timur, untungnya niat negatif itu urung ia lakukan. "Waktu di Dili saya lihat ada satu lukisan kuno di museum. Saya berniat mencurinya setelah usai meliput perang. Ternyata saya tertembak. Sejak itu saya tidak berani lagi berpikir macam-macam kalau meliput perang,'' kenang Hendro.
Pada tahun lalu, Aryadi Noersaid juga menuliskan sepak terjang Hendro Subroto sebagai wartawan perang di Kompasiana dengan judul (Catatan Tepi) Perang Kecil Cilandak 30 Oktober 1984. Di tulisannya tersebut, Aryadi mengisahkan aksi Hendro meliput peristiwa meledaknya gudang peluru di Cilandak menjadi inspirasinya menjadi seorang wartawan perang.
Ya, bagi kebanyakan wartawan, pencapaian tertinggi kariernya ialah saat bisa meliput di daerah konflik. Ada adrenalin, dan perasaan yang tak biasa ketika mampu melaporkan liputan jurnalistik di bawah ancaman peluru dan bom.Â
Bukan sekadar untuk gaya-gaya-an namun untuk memberikan informasi ke masyarakat tentang kondisi daerah tersebut, bicara tentang cinta, penderitaan, dan pengorbanan. Berharap laporan jurnalistik tersebut mampu mengubah paradigma dunia tentang mengerikannya peperangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H