Mohon tunggu...
KEKUNOAN.COM
KEKUNOAN.COM Mohon Tunggu... -

Majalah Kesejarahan Kekunoan yang Kekinian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jalan-jalan ke Penataran sambil mampir di srama nya

4 Juli 2017   09:12 Diperbarui: 4 Juli 2017   09:18 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam catatannya, pengelana dari Pajajaran Bujangga Manik menghabiskan lebih dari 1 tahun belajar membaca Darmaweya dan Pandawa Jaya. Ditempat ini pula Bujangga Manik menjadi bilingual karena berhasil memahami bahasa Jawa. Dikatakannya bahwa rabut pesajen menjadi semakin gaduh karena kedatangan para pemuja duniawi, para peziarah dari perkotaan sehingga ia jadi tidak kerasan dan memutuskan pergi ke Palah (Noordyun & A. Teeuw, 2009: 303).

Puas menikmati lingkungan candi, kami turun lagi menyusuri jalan semula menuju ke situs pemandian Candi Penataran yang terletak tepat di pinggir jalan raya. Situs ini kecil dan masih intactdan amat terjaga sehingga sungguh indah. Barangkali karena kalah pamor dari candinya, situs ini biasanya hanya dilewati sekilas saja.

Tujuan terakhir adalah situs Umpak Sewu atau Bale Kambang yang hanya berjarak 1-2 KM ke utara. Situs ini tinggal menyisakan umpak atau pelandas tiang berbahan batu andesit berukuran tinggi 70Cm berdiameter 50cm. Susunan keletakannya relatif utuh sehingga gambaran wujud semula masih bisa terbayang. Pak Dwi menuturkan bahwa saat terakhir kunjungannya ke tempat ini dua dasawarsa silam, tanah dimana umpak berada sedikit lebih tinggi dan disekelilingnya seperti terbentuk cekungan tanah mirip saluran air. Inilah mengapa situs ini juga dilabeli bale kambang, bale yang berada di atas air.

Kekunoan junior langsung beraksi menggambar denah situs dengan akurat
Kekunoan junior langsung beraksi menggambar denah situs dengan akurat
Boleh jadi situs ini dulunya adalah srama yang lazim berada di sekitar bangunan candi, karsyan, patapan, dll sebagaimana diberitakan dalam sumber tekstual (prasasti dan susatra) yang dibahas epigraf Boechari.

Amat boleh jadi, Maharaja Hayam Wuruk dan rombongan pernah pula menginap di srama ini. Mengingat kakawin Nagarakretagama memuat informasi bahwa setiap tahun, sehabis musim penghujan, raja dan pengiringnya menziarahi (pilgryme) Candi Palah untuk memuja Hyang Acalapati, yakni Dewata yang bersemanyam di puncak Gunung Kampud (Kelud) dan sekaligus "Dewa Gunung (Mountain of God)" bagi gunung api yang rajin meletus ini. Bagi Hayam Wuruk, Gunung Kampud memiliki makna istimewa, sebab kelahirannya bertepatan dengan meletus dahsyatnya Ardhi Kampud, sebaimana dituliskan dalam kakawin Nagarakretagama.

Selamat datang ke Blitar!

(Tulisan ala kadarnya diimbuhi sedikit tulisan P Dwi di bagian akhir)

Kekunoan.com

majalah Kekunoan yang Kekinian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun