Mohon tunggu...
KEKUNOAN.COM
KEKUNOAN.COM Mohon Tunggu... -

Majalah Kesejarahan Kekunoan yang Kekinian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jalan-jalan ke Penataran sambil mampir di srama nya

4 Juli 2017   09:12 Diperbarui: 4 Juli 2017   09:18 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar langsung dari sumbernya (foto:dok pribadi)

Sang surya tepat berada di atas kepala ketika kami mulai menjelajahi candi Penataran siang itu, Sabtu 1 Juli 2017. Teriknya yang menyiksa tidak begitu terasa karena dikalahkan oleh rasa ingin tahu kami yang membuncah pada kuil Negara (state temple) yang diresmikan sejak jaman Raja Jayanegara dari Majapahit yang memerintah pada tahun 1309-1328 (Wisnoewardhono, 1988: 8) ini.

Terlebih ditengah-tengah kami ada sejarawan dan arkeolog kenamaan UM pak Dwi cahyono. Tentu saja kesempatan emas untuk menimba ilmu sebanyak-banyak tidak akan kita lewatkan begitu saja (Anda dapat menikmati kumpulan buah tangan beliau di patembayancitralekha.com).

Tim kecil kami terdiri atas jurnalis kekunoan.com, perwakilan Jelajah jejak Malang (JJM), sebuah komunitas penggiat sejarah yang berbasis di Malang, perwakilan batik tulis Bhre Tumapel, dan mas Agung Pinasthiko dari Tulungagung yang sejak mula mendampingi pak Dwi.

Satu-dua jam tentulah tidak akan cukup untuk membedah seluruh sisi candi, maka dengan pertimbangan efisiensi waktu, dipilihlah beberapa fitur unik yang menghias Penataran.

Secara umum, pak Dwi menyimpulkan bahwa sang pemahat relief adalah sosok yang luar biasa kreatif dan lucu. Dia memiliki beribu akal untuk memvisualisasikan cerita pada media yang amat sangat terbatas luasnya. Didasari pemahaman bahwa belum ada institusi semacam sekolah seni dan pendidikan berjenjang yang terstandar sebagaimana yang ada di masa sekarang, maka tentu amatlah sulit menemukan seseorang dengan bakat alam sedemikian besarnya.

Di akhir sesi kami menyempatkan diri bersenda gurau dan melempar uang koin ke dalam kolam di belakang area candi sambil memohon suatu pengharapan tertentu.

Candi Penataran dalam perkembangannya ternyata memiliki nilai jual yang semakin baik. Tempat yang dulunya sepi dan kurang terkenal ini sekarang berjubel dipenuhi pengunjung, terutama karena hari itu masih dalam suasana lebaran H+7.

Berikutnya kami memacu gas sepeda motor menuju situs ke dua, yaitu candi gambarwetan yang secara administratif terletak di Perkebunan Gambar, Desa Sumberasri, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar . Lokasinya hanya terpaut 7 KM apabila ditarik garis lurus ke arah utara dari candi Penataran.

Ditengah jalan kami melewati dam aliran lahar gunung Kelud yang sangat indah. Kami masih sempat berhenti menyalakan sebatang rokok sambil berselfie ria.

Candi gambarwetan berdiri di sebuah bukit dengan pemandangan yang menawan. Di sisi kanan, jauh di bawah terlihat aliran sungai lahar yang berkelok-kelok seperti ular, yang bendungannya kami singgahi 15 menit sebelumnya. Laiknya candi gunung seperti candi Cetho, candi Laras, Penanggungan, dll, Gambarwetan cenderung berundak makin ke atas, atau berteras. Lebih dari selusin kali pak Dwi berdecak kagum menilai luar biasa pada candi ini karena bahkan sampai kini masih terus dilakukan penggalian. Temuan baru terus bermunculan.

Gambarwetan diperkirakan semula bernama rabut Pesajen yang merupakan hulu (kepala) kuil Palah(candi Penataran) yang letaknya di tempat yang lebih tinggi di pegunungan Kampud (Kelud).

Dalam catatannya, pengelana dari Pajajaran Bujangga Manik menghabiskan lebih dari 1 tahun belajar membaca Darmaweya dan Pandawa Jaya. Ditempat ini pula Bujangga Manik menjadi bilingual karena berhasil memahami bahasa Jawa. Dikatakannya bahwa rabut pesajen menjadi semakin gaduh karena kedatangan para pemuja duniawi, para peziarah dari perkotaan sehingga ia jadi tidak kerasan dan memutuskan pergi ke Palah (Noordyun & A. Teeuw, 2009: 303).

Puas menikmati lingkungan candi, kami turun lagi menyusuri jalan semula menuju ke situs pemandian Candi Penataran yang terletak tepat di pinggir jalan raya. Situs ini kecil dan masih intactdan amat terjaga sehingga sungguh indah. Barangkali karena kalah pamor dari candinya, situs ini biasanya hanya dilewati sekilas saja.

Tujuan terakhir adalah situs Umpak Sewu atau Bale Kambang yang hanya berjarak 1-2 KM ke utara. Situs ini tinggal menyisakan umpak atau pelandas tiang berbahan batu andesit berukuran tinggi 70Cm berdiameter 50cm. Susunan keletakannya relatif utuh sehingga gambaran wujud semula masih bisa terbayang. Pak Dwi menuturkan bahwa saat terakhir kunjungannya ke tempat ini dua dasawarsa silam, tanah dimana umpak berada sedikit lebih tinggi dan disekelilingnya seperti terbentuk cekungan tanah mirip saluran air. Inilah mengapa situs ini juga dilabeli bale kambang, bale yang berada di atas air.

Kekunoan junior langsung beraksi menggambar denah situs dengan akurat
Kekunoan junior langsung beraksi menggambar denah situs dengan akurat
Boleh jadi situs ini dulunya adalah srama yang lazim berada di sekitar bangunan candi, karsyan, patapan, dll sebagaimana diberitakan dalam sumber tekstual (prasasti dan susatra) yang dibahas epigraf Boechari.

Amat boleh jadi, Maharaja Hayam Wuruk dan rombongan pernah pula menginap di srama ini. Mengingat kakawin Nagarakretagama memuat informasi bahwa setiap tahun, sehabis musim penghujan, raja dan pengiringnya menziarahi (pilgryme) Candi Palah untuk memuja Hyang Acalapati, yakni Dewata yang bersemanyam di puncak Gunung Kampud (Kelud) dan sekaligus "Dewa Gunung (Mountain of God)" bagi gunung api yang rajin meletus ini. Bagi Hayam Wuruk, Gunung Kampud memiliki makna istimewa, sebab kelahirannya bertepatan dengan meletus dahsyatnya Ardhi Kampud, sebaimana dituliskan dalam kakawin Nagarakretagama.

Selamat datang ke Blitar!

(Tulisan ala kadarnya diimbuhi sedikit tulisan P Dwi di bagian akhir)

Kekunoan.com

majalah Kekunoan yang Kekinian

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun