Mohon tunggu...
Indira Abidin
Indira Abidin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kritik atau Penghargaan, Mana yang Lebih Baik?

21 Februari 2017   13:42 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:26 1269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. GettyImages

Sebuah riset menemukan bahwa mereka yang merasa dikritik, diperlakukan tidak adil oleh pimpinannya atau memiliki pimpinan yang tidak mau mendengar memiliki kecenderungan sakit jantung 30% lebih tinggi daripada mereka yang merasa dipedulikan oleh pimpinannya.

Maria Losada, peneliti, juga menemukan bahwa dalam tim yang berprestasi tinggi lebih banyak ditemukan apresiasi dan umpan balik yang positif dari pada kritik. Sebaliknya dalam tim yang kurang berprestasi lebih banyak ditemukan kritik dan umpan balik negatif daripada yang positif.

Menghargai lebih menyehatkan dan mendorong prestasi yang lebih baik daripada kritik.Kritik bisa menimbulkan stress berkepanjangan tanpa disadari oleh yang memberi dan menerima kritik. Stress berkepanjangan adalah sumber berbagai penyakit, tergantung jenis emosi yang ditimbulkan. Sayangnya manusia lebih terbiasa mengkritik daripada menghargai.

Sebuah riset menemukan bahwa manusia memberikan kritik 500-2.000 jam setiap tahun. Sebaliknya manusia hanya memberikan apresiasi beberapa menit saja setiap tahun, lebih banyak untuk orang lain daripada untuk diri sendiri.

Jadi yuk mulai ganti kritik dengan menghargai. Bukan berarti kita membiarkan apa yang tidak baik, bukan. Tapi caranya mungkin bisa lebih baik. Beberapa hal yang perlu kita lakukan:

Sembuhkan diri dari kritik masa lalu

Seringkali kita menjadi orang yang rajin mengkritik karena kita punya pengalaman dikritik yang menyakitkan. Mungkin banyak orang yang mencintai kita dengan kritikannya, sehingga itulah yang ditangkap oleh otak sebagai tata cara dalam hidup, tanpa kita sadar.

Mungkin juga kita rajin mengkritik orang karena kita merasa kurang di dalam diri, sehingga kita harus memastikan ada orang lain yang juga terlihat kurang. Sehingga kita "tidak jelek-jelek amat."

Di Hanara ada SS, MRI, lengkapi dengan VBC untuk atasi hal ini. Untuk yang bukan di Hanara Emotional Freedom Technique (EFT), latihan pernafasan, dzikir, tafakur dapat dilakukan. Akui bahwa ada yang perlu diperbaiki, ikhlaskan, terima bahwa hal itu adalah bagian dari perjalanan hidup, dan minta maaf, mohon ampun dan maafkan semua yang terkait, termasuk diri sendiri.

Fokus ke hal-hal baik

Jangan hanya lihat keburukan, lihat juga aspek baik dari segala sisi. Hargai ruang putih, dan jangan hanya melihat titik hitam. Dalam setiap orang ada ruang putih yang sangat indah. Hargai dan sering-sering ingatkan orang lain akan kekuatan mereka. Seringkali kita tak perlu mengkritik, perubahan bisa terjadi saat kita fokus pada kebaikan. Dalam diri kita pun banyak ruang putih. Jangan terganggu dengan titik hitam, hargai segala kebaikan dan kekuatan kita.

Isi dengan cinta dan syukur

Sadari bahwa diri kita adalah wujud kasih sayang Sang Pencipta. Kita adalah wakil Sang Maha Pengasih Penyayang. Semua yang kita fikir "buruk" sesungguhnya adalah celah untuk kebaikan, ikhlaskan, hargai niat baikNya memberikan "keburukan" agar kebaikan bisa hadir. Syukuri semua.

Sadari bahwa kehadiran kita adalah berkah bagi semua, dan semua yang kita temui adalah berkah bagi kita. Saat ada yang menyakiti hati dengan kritikannya atau saat kita mengkritik, fikirkan baik-baik:
"Apa pelajaran yang kita dapat ambil dari kejadian itu?"
"Apa rasanya?" kalau sakit, apa yang membuat jadi sakit? kalau menyenangkan, apa yang membuat senang?
"Bagaimana kita bisa menjadi manusia lebih baik dari pelajaran itu?"
"Manusia lebih baik seperti apa yang bisa kita bangun dengan pelajaran itu?"

Belajar dari sesuatu kejadian menciptakan jarak dengan perasaan kita, mencegah "baper" dan membuat perasaan bisa dikelola lebih baik, tanpa harus menyakiti hati.

Ganti kosa kata

Biasakan untuk hanya menggunakan kata-kata yang baik, dan gunakan pertanyaan lebih banyak daripada pernyataan.

"Kamu jelek banget sih?" bisa diganti dengan "Kamu tuh cantik banget lho kalau pakai ini, bukan berarti sekarang nggak cantik. Cuma, coba pakai ini deh."

"Kamu nggak punya prestasi, memalukan," bisa diganti dengan,"Sesungguhnya apa sih yang kamu impi-impikan? Kenapa itu penting untuk kamu? Apa yang perlu kamu lakukan agar kamu bisa mencapainya?"

"Kamu nggak becus kerjanya," bisa diganti dengan, "Kira-kira kalau project ini sukses, kamu akan menjadi orang yang seperti apa? Apa yang perlu kamu lakukan agar kamu bisa berkontribusi dalam kesuksesan project ini?"

"Anak bodoh, ngompol terus, Ibu repot nih cuci seprei," bisa diganti dengan "Katanya kamu mau jadi presiden? Kalau mau jadi presiden, gimana caranya supaya sebelum tidur ke kamar mandi, dan kalau mau pipis lagi, kamu bangun?

Setiap kemajuan adalah prestasi

Setiap kali kita atau orang lain sukses melakukan sesuatu, ucapkan syukur dan hargai. Setiap hal adalah kemajuan, sekecil apapun. Tanpa izinNya kemajuan kecil tak akan terjadi. Jangan hanya berharap kemajuan besar tanpa mensyukuri kemajuan kecil.

Boleh kejar target, tapi sadari bahwa setiap detik kita sudah maju selangkah menuju target, dan syukuri hal itu.

Ikhlaskan apapun hasil dari setiap usaha kita, karena itu bukan hak kita untuk menentukan. Jangan sakit hati atau malah mengkritik hasil itu. Belajar bersama dari hasil dengan cara yang baik. Kira-kira apa yang Allah ingin kita lakukan untuk mencapai apa yang diharapkan?

Olah raga

Zat-zat kimia yang diproduksi tubuh saat berolah raga membuat kita lebih mudah mengatasi stress, mengelola kritikan yang masuk, serta mencegah kita mengkritik.

Saya menulis ini bukan karena saya sempurna. Tulisan ini pun adalah bagian dari pembelajaran saya. Kita sama-sama belajar, yuk.


Referensi:

Tough Love 

How Emotional Trauma Can Create Cancer… and 4 Ways to Stop it

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun