Mohon tunggu...
Indi Kusuma Hati
Indi Kusuma Hati Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Seseorang yang gemar membaca dan belajar untuk menulis dengan baik. Berusaha untuk menjadi manusia yang mau mengembangkan diri, mengeksplor, meriset, dan menulis tentang banyak hal yang bisa berguna bagi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Langkah dan Mimpi

17 Juli 2024   10:22 Diperbarui: 17 Juli 2024   10:23 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi - Stasiun Kereta Api 

Bertemu di satu titik,

Berpisah di titik yang lain. 

Langkah-langkah cepat memburu mimpi, 

pikiran-pikiran melayang di langit sepi, 

merapal harapan di sanubari. 

Gugup kalau cita tak terbalas, 

cemas kalau yang digenggam terlepas, 

takut kalau diri akan terhempas. 

Manusia...Oh... Manusia...

Mereka sibuk memperjuangkan dunia.

Di sinilah aku. Di stasiun kereta di wilayah Jakarta. Stasiun yang dominan berwarna hijau ini begitu besar. Ini perjalanan keduaku menggunakan kereta. Tapi, baru kali ini, aku pergi ke tempat tujuan seorang diri. Tanpa orang tua. Tanpa pendamping. Hanya seorang diri dengan perlindungan dari Sang Pencipta.

Orang tuaku punya dua rasa. Khawatir sekaligus bangga. Khawatir karena tidak ada satu pun yang tahu apa yang akan terjadi dalam perjalanan ini. Bangga karena anak mereka mau melihat dunia dengan matanya sendiri.

Aku meyakinkan mereka bahwa aku bisa. Anak mereka bisa untuk memulai pengalamannya yang baru.

Ah. Stasiun, ya. Tempat yang selalu ramai dan tiada hari libur.

Aku punya banyak waktu kala menunggu keretaku tiba. Aku punya banyak waktu untuk melihat setiap manusia. Aku punya banyak waktu untuk merenung.

Aku melihat banyak yang datang dan banyak pula yang pergi. Ada rasa rindu dan haru kala melepas dan menjemput orang terkasih. Ada rasa hampa kala tahu tidak ada yang menunggumu pergi dan kembali.

Aku ikut sedih kala melihat ada orang-orang yang hanya seorang diri muncul dari balik peron. Sering kali kutemui mereka hanya menunduk menatap ponsel mereka, lalu bergegas untuk keluar dari stasiun.

Tak banyak pula yang masih mencari-cari orang yang setidaknya mau menyambut mereka. Tapi, nihil. Yang ada hanya para bapak taksi yang menawari jasa.

Ketika aku melihat banyak manusia di stasiun, aku bertanya-tanya apa yang mereka pikirkan? Mengapa aku bisa merasakan atmosfer yang berbeda di sini?

Kamu tahu, aku tidak kehilangan apa pun, tapi entah mengapa ada rasa sedih dan haru yang selalu menggantung di langi-langit stasiun. Seakan rasa itu tetap abadi di sana. Seakan rasa itu menjadi tanda bahwa kita, manusia sudah seharusnya menghargai setiap pertemuan dan perpisahan.

Begitulah cara kerja kehidupan. Kamu bisa memahami bahwa sebenarnya kita bertemu di satu titik, lalu berpisah di titik lain.

Aku melihatnya sendiri di stasiun.

Aku melihat bagaimana langkah-langkah kaki manusia mengejar waktu dan tujuan mereka.

Aku melihat bagaimana harapan dan impian yang dibiarkan menggantung di langit-langit.

Aku melihat bagaimana gugup, cemas, dan takut hadir berbarengan dalam pikiran manusia.

"Apa yang mereka kejar?" tanyaku dalam hati.

Lalu, ada suara dalam lubuk hatiku yang menjawab. "Mereka mengejar mimpi. Mimpi yang ditaruh dalam hati."

Ah, aku paham itu. Aku paham bagaimana kehidupan ternyata bekerja seperti itu. Aku paham rasanya mengejar mimpi yang telah terselip dalam hati.

Karena aku juga sedang mengalaminya.

Dari stasiun, aku menyadari bahwa manusia begitu sibuk. Sibuk sekali. Sibuk sampai sedetik pun tak boleh terlewat. Sibuk dalam memperjuangkan dunia. 

Entah apa yang sebenarnya kita kejar sampai mati-matian ini. Entah upah apa yang kita dapatkan setelah segala peluh memenuhi dahi.

Aku belum memahaminya. Sulit memahami maksud dari Pencipta akan kehidupan ini. Dia terlalu agung nan misterius untuk dikuak dengan mudah. Terlalu besar untuk dipahami oleh otak kerdil manusia. Terlalu unik untuk logika manusia.

Ah, keretaku telah tiba. Aku pamit kepada orang tuaku, mencium tangan mereka demi memohon doa dan restu. Menahan rasa haru. Menyimpan segala harapan dan menggantungkannya di langit-langit.

Aku melangkah menyongsong perjalananku yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun