Aristoteles menegaskan bahwa kebajikan ini harus dilakukan secara konsisten dalam berbagai situasi, sehingga keseimbangan tersebut menjadi bagian dari watak dan cara berpikir kita dalam menjalani hidup.
 Filsafat jalan tengah Aristoteles adalah manifestasi pemikiran Yunani yang berasal dari prinsip moral di Kuil Apollo di Delphi, yang menekankan, "Tidak ada yang berlebihan." Banyak filsuf kuno, termasuk Plato dalam karyanya Philebus, juga menyinggung gagasan ini. Dalam Buku II Etika Nikomakhean, Aristoteles menjelaskan bahwa kebajikan karakter dapat diartikan sebagai suatu cara yang menekankan prinsip-prinsip tertentu.Â
Pertama, keutamaan dipandang sebagai sarana, di mana kebajikan bukan sifat yang absolut, melainkan terletak pada pencarian jalan tengah antara dua sifat buruk. Aristoteles berargumen bahwa individu dapat menemukan perilaku moral di antara kelebihan dan kekurangan. Selanjutnya, ia menyadari bahwa jalan tengah yang rasional mungkin berbeda tergantung pada situasi, dan bisa mendekati salah satu ekstrem.Â
   Praktik dan pengembangan kebajikan menjadi kunci untuk membentuk karakter yang berbudi luhur, di mana jalan tengah berfungsi sebagai panduan untuk menyempurnakan perilaku dan mencapai keunggulan moral.Â
Akhirnya, Aristoteles memandang kebajikan sebagai kontinum, dengan titik tengah di antara dua ekstrem, yang berarti ada berbagai tingkat kebajikan. Menemukan tingkat yang tepat sangat penting untuk mengembangkan karakter yang baik.
Menurut Aristoteles, hubungan antara kebajikan dan akal budi menjadi jelas ketika kita memahami bahwa setiap kebajikan berada di tengah-tengah antara dua ekstrem: kelebihan dan kekurangan.Â
Misalnya, keberanian terletak di antara kepengecutan (kekurangan) dan kecerobohan (kelebihan); kepercayaan diri berada di antara sikap merendahkan diri (kekurangan) dan kesombongan (kelebihan); sementara kedermawanan adalah keseimbangan antara kekikiran dan pemborosan.Â
Namun, Aristoteles menekankan bahwa kebajikan tidak hanya terletak di tengah-tengah secara literal, melainkan di "jalan tengah yang benar," yang kadang-kadang bisa lebih dekat ke salah satu ekstrem.Â
Seperti yang dijelaskan dalam Etika Nikomakheia, tindakan yang baik harus dilakukan pada waktu yang tepat, dengan cara yang tepat, terhadap orang yang tepat, untuk tujuan yang tepat---ini adalah kondisi yang seimbang dan sesuai dengan kebajikan.Â
Tindakan baik, menurut Aristoteles, adalah "berkaitan dengan pilihan yang berada di tengah, relatif terhadap kita, yang ditentukan oleh akal budi dan ditetapkan dengan cara yang sama seperti orang yang bijaksana akan menentukannya."Â
Penting untuk dipahami bahwa menemukan titik keseimbangan ini adalah kemampuan yang bisa dikembangkan seiring waktu. Seperti yang ditulis Will Durant dalam Story of Philosophy (1926), "Rata-rata emas" bukanlah rata-rata matematis yang tetap, tetapi fluktuatif, tergantung pada keadaan spesifik, dan hanya bisa ditemukan melalui pemikiran yang matang dan fleksibel.Â