" Ndi, Astaghfirullah, Lo kenapa?!" Tanya Dita, Aku bisa menangkap perasaan lega sekaligus takut dari nada suaranya.
 Aku tidak tau bagaimana menjelaskan apa yang baru saja kualami, dan Aku tidak tau seperti apa Aku terlihat ketika itu, entah itu benar-benar terjadi atau hanya ilusi, imbas dari rasa lelah yang menderaku belakangan ini.
" Mbaknya kesurupan, ada yang ngikutin kayaknya" Celetuk Bapak penjaga kantin.
 Ia mengulurkan segelas air putih, Aku meminumnya dalam diam. Dalam bayanganku tadi Aku berteriak sambil mencakar-cakar meja atau bahkan menjambak rambutku sendiri.
" Jangan suka ngelamun Mbak" si Ibu penjual nasi goreng menimpali. Â
" Kita balik aja yuk Ndi" Dita membantuku berdiri, Aku merasa sangat lemas seolah-olah tenagaku menguap begitu saja. Kami memutuskan pulang bareng  dengan naik taksi.
Sepanjang perjalanan Dita terus-terusan mengoceh bagaimana kagetnya dia saat tiba-tiba Aku mematung dengan mulut ternganga dan pandangan kosong, awalnya dia berfikir Aku tertidur, tapi saat Ia menepuk bahuku, Aku menangis lirih tanpa gerakan.Â
Dita lalu reflek menyiramku dengan es teh, dan orang-orang disekitar meja kami mulai berdatangan.
Dita juga menceritakan bagaimana Aku tetap diam saat Bapak kantin membacakan ayat-ayat Alquran ditelingaku sambil terus memanggil namaku.
" Syukurlah gue ga teriak-teriak histeris" Aku mencoba bercanda untuk menangkan Dita.
" Nggak lucu Ndi, emang Lo kenapa sih?"