Agnesh memperhatikan tulisannya di atas kertas folio itu, tidak seperti biasanya. Tulisannya kali ini sedikit berantakan karena tangannya yang masih terasa sakit. Aakash memperhatikan Agnesh yang sangat terlihat kesusahan saat menggerakannya penanya. Rasanya dia ingin pindah tempat duduk ke samping gadis itu.
Ya, Agnesh duduk sendiri. Karena tak ada yang mau duduk dengannya kecuali Aurel. Tetapi kali ini sudah tidak akan ada lagi yang duduk di sebelahnya.
Dua puluh menit berlalu, Agnesh telah menjawab 4 soal dari 10 soal yang diberikan Bu Gladys. Rumus sudah Agnesh hafal di luar kepala, hanya tinggal memasukkan angka-angka yang tersedia dan semoga saja dirinya tidak salah dalam menghitung.
Agnesh berdecak sebal saat ada angka yang salah dia tulis. Dia segera mengobrak-abrik isi kotak pensilnya mencari tip-x. "Rel, kamu liat tip-x ku nggak?"
Agnesh menoleh ke sampingnya yang merupakan tempat duduk Aurel. Bahu Agnesh melemah, dia lupa bahwa Aurel sudah tidak ada.
Vella yang kebetulan duduk di belakang Agnesh, mengulurkan tip-x miliknya. "Ini Nesh, pake punya gue aja kalo punya lo belum ketemu," ujarnya.
Agnesh menoleh, dia menatap Vella dan teman-temannya yang kini memandangnya secara intens. Mereka semua menatapnya dengan pandangan iba, tak ada yang melanjutkan mengerjakan soal ulangan. Keadaan kelas jadi suram.
Agnesh menunduk menyembunyikan wajahnya yang penuh lebam dibalik geraian rambutnya. "Nggak usah Vel, lagian cuma salah dikit kok," jawab Agnesh.
Agnesh kembali memegang penanya, badan gadis itu nampak bergetar. Tak ada yang bisa membaca raut wajah Agnesh karena dia menunduk. Tapi dapat dipastikan bahwa gadis itu sedang menangis.
Tak ingin menjadi puasat perhatian, Agnesh buru-buru menghapus air matanya dan mulai kembali mengerjakan soal-soal ulangan tadi.
"Agnesh, kamu tidak apa-apa kan Nak?" sebuah tangan menyentuh bahu Agnesh.