Mohon tunggu...
Indani Ainun Fajriah
Indani Ainun Fajriah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Jadilah pribadi yang bermanfaat, kapan pun dan dimana pun kita berada.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Kisah di Atas Bentala - Utuh namun Tergores

7 Oktober 2024   07:43 Diperbarui: 7 Oktober 2024   07:44 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Suara alarm terdengar sangat nyaring dalam suatu ruangan, di mana di dalamnya terdapat seorang gadis yang tertidur pulas dengan boneka teddy bear dipelukannya. Namun, alarm yang terus-menerus berbunyi itu tak sedikit pun mengusik tidur nyenyaknya.

Tok tok tok

"Agnesh? Bangun nak, sudah pagi. Kamu sekolah kan hari ini?"

"Agnesh?"

Tok tok tok

"Agnesh?"

5 menit berlalu, pintu kamar Agnesh tak kunjung terbuka membuat Vania Baswara Lamont --Ibunda Agnesh- menghelas napas gusar. Perlahan tangannya mulai menyentuh knop pintu bercat putih itu. "Nggak di kunci?" gumam Vania setelah berhasil membuka pintu kamar Agnesh.

Kaki jenjangnya melangkah menuju ranjang tempat anaknya berbaring, menduduki dirinya dibibir kasur dengan tangan yang mengusap-usap rambut Agnesh penuh sayang. "Agnesh? Bangun yuk nak," ujarnya.

Merasakan elusan dikepalanya, serta suara yang terus menerus memanggil, gadis itu perlahan membuka mata. "Eeuunnghh,"

Lenguhan itu membuat Vania menyunggingkan senyum tipisnya. "Bangun Agnesh, udah pagi," lagi, berungkali kali Vania mengucapkan kalimat yang sama.

"Iya, Bunda."

Agnesh Bangkit dari tidurnya, menatap Vania kemudian berlalu menuju kamar mandi dengan langkah yang sempoyongan. Melihat itu Vania tersenyum, senyum yang menggambarkan berbagai macam perasaan.

*****

Membutuhkan waktu hampir 30 menit untuk Agnesh bersiap-siap. Akibat luka-luka yang tercetak jelas disekujur tubuhnya, membuat Agnesh harus ekstra pelan-pelan menyabuni badannya, karena hal itulah acara mandinya berlangsung lama.

Agnesh memperhatikan dirinya di depan cermin, tak ada yang menarik dari dirinya. Tubuh yang kurus dengan kulit yang berwarna putih pucat, serta luka-luka sayatan yang menghiasi tangannya dan lebam yang kian hari kian menambah pada wajahnya adalah gambaran dari sosok Agnesh.

Tak ada hari tanpa siksaan, Kailash akan selalu memberikan lukisan indah pada badannya. Entah sayatan cutter yang memanjang, lebam kebiruan karena tamparan, ataupun bekas cambukan gesper pada punggungnya.

Semua sudah terbiasa bagi Agnesh, itu adalah makanan sehari-harinya. Namun, setelah sekian lama Agnesh mendapatkan perlakuan yang sama, kenapa rasa sesak selalu mendatanginya? Kenapa dia masih selalu mengharapkan rengkuhan hangat seorang Ayah bahkan dia sendiri telah mengetahui bahwa itu hanyalah angan-angan semata.

"AGNESH CEPET TURUN, SUDAH HAMPIR JAM 7!!"

Teriakan menggelegar dari lantai bawah itu membuat Agnesh terlonjak kaget, segera dia menyambar tasnya dan berlalu keluar kamar sebelum Ayahnya kembali memberikan luka baru.

Sesampainya di lantai bawah, Agnesh segera menuju ke meja makan, di mana disana telah duduk Ayah dan Bundanya sedang sarapan. "Agnesh, sini nak, sarapan dulu," panggil Vania dengan senyuman hangat diwajahnya.

Agnesh tersenyum bahagia, sepertinya hari ini kebahagiaan sedang berpihak padanya. Kaki jenjangnya mulai melangkah mendekati meja makan, dengan senyuman yang terus mengembang. Namun, langkahnya terhenti, saat mendengar seruan Sang Ayah.

"Berhenti disitu, saya tidak sudi sarapan dengan anak bodoh,"  ujar Kailash dengan tatapan tajam yang mengarah pada Agnesh.

Agnesh menghentikan langkahnya, senyum yang sedari tadi terpatri indah kini mulai luntur secara perlahan. Vania yang melihat itu meletakkan sendok dan garpu yang ada ditangannya, tatapannya mengarah ke arah Kailash. "Ayah apaan sih, Agnesh kan mau sarapan," sanggah Vania dengan mata yang sesekali melirik ke arah Agnesh.

Kailash menatap istrinya tajam. "Tidak perlu, dengan sarapan pun tidak akan membuat anak itu pintar. Dia tetap tidak bisa menjadi seperti Reno, dia hanya gadis bodoh bahkan setelah aku menyekolahkannya di sekolah yang elit,"

Mata Agnesh berkaca-kaca mendengar penuturan Kailash, tidak kah Ayahnya itu menghargai usahanya selama ini? Dia telah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan nilai yang tinggi, agar tak lagi dibandingkan dengan Kakaknya --Reno-

"AYAH!!" secara tidak sengaja Vania menggunakan nada tinggi menegur suaminya. Walaupun setiap hari dia telah terbiasa mendengar suaminya meremehkan Agnesh, tapi tetap saja, kata- kata yang suaminya lontarkan selalu berhasil membuat emosinya meningkat.

Kailash tak menghiraukan teriakan istrinya, dia berjalan mendekat ke arah Agnesh, menarik tangan gadis itu ke halaman rumah. Agnesh pun mengikuti langkah kaki Ayahnya sampai berhenti di depan pintu utama. Air mata yang sedari tadi dia tahan perlahan meluruh, selain fisik yang Ayahnya lukai, batinnya pun berhasil Ayahnya cabik-cabik.

"Ini uang sakumu," ujar Kailash seraya menyerahkan uang lima belas ribu kepada Agnesh.

Agnesh menerima uang itu, lalu menjulurkan tangannya untuk menyalimi Ayahnya. Namun, uluran tangan itu tak kunjung mendapat balasan. Agnesh menurukan kembali tangannya, dihapusnya air matanya dengan kasar. Dia sudah terbiasa seperti ini.

Senyuman manis kembali terbit dari bibir gadis itu, matanya yang sembab dengan wajahnya yang memerah membuat siapa pun yang melihatnya iba. "Agnesh berangkat ya Ayah, doa Agnesh tetap sama, semoga Ayah bisa sayang sama Agnesh seperti dulu lagi," setelah mengucapkan itu, Agnesh berlalu pergi dari hadapan Kailash menuju ke depan gerbang rumah guna menunggu angkot yang biasa mengantar-jemputnya setiap hari.

Vania yang menatap kepergian anaknya dari kejauhan, berusaha menahan isak tangisnya. Dia tahu anak gadisnya itu selalu terluka, bahkan selalu kelaparan setiap harinya. Dengan uang saku yang hanya lima belas ribu, sedangkan ongkos angkot setiap harinya sepuluh ribu membuat Agnesh benar-benar harus menghemat.

"Agnesh, maafkan Bunda yang belum bisa mengubah sikap Ayahmu Nak."

Bersambung...

Stay tuned yaa!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun