1. KASUS POSISI
Kasus harta peninggalan Bane berasal dari Jepang tetapi berkewarganegaraan Prancis dan berdomisili di salah satu prefektur di Jepang. Bane meninggal dan meninggalkan sebuah apartemen dan mobil di Prancis. Sebenarnya apartemen di Prancis telah dijual dan uangnya ditransfer ke Jepang, tetapi untuk kepentingan proses pewarisan tetap dianggap sebagai benda tetap. Setelah meninggal, Bane mewariskan harta itu pada pihak ketiga yang bukan merupakan ahli waris menurut keturunan.Â
Akhirnya ahli waris keturunan, di Pengadilan Tokyo menggugat apartemen tersebut sebagai miliknya sesuai Undang-undang. Intern Prancis mengualifikasikan perkara sebagai perkara tentang kedudukan ahli waris menurut UU dalam pewarisan testamenter, sedangkan Jepang mengualifikasikan perkara sebagai perkara pewarisan properti melalui testamenter. Kaidah HPI Prancis menetapkan bahwa perkara pewarisan benda tetap mengikuti tempat benda tersebut terletak.Â
Kaidah HPI Jepang menetapkan bahwa status dan kedudukan ahli waris dalam proses pewarisan tastementer harus tunduk pada tempat dimana pewaris memiliki kewarganegaraan terakhir. Kaidah intern Prancis menetapkan bahwa seorang pewaris testamenter dapat dengan sah mewariskan kekayaannya kepada pihak ketiga, bahkan juga mengabaikan kedudukan ahli warisnya. Sedangkan kaidah intern Jepang menetapkan bahwa seorang pewaris tidak dapat mewariskan propertinya pada pihak ketiga jika hal itu tidak diatur dalam wasiat.
2. ANALISIS KASUS
a. Pengadilan manakah yang berwenang dalam mengadili kasus ini?
Dalam kasus ini, terdapat pertentangan hukum antara kaidah hukum Prancis dan Jepang dalam menentukan status dan kedudukan ahli waris dalam proses pewarisan testamenter. Oleh karena itu, penentuan yurisdiksi pengadilan yang berwenang untuk mengadili kasus ini akan sangat penting. Berdasarkan informasi yang diberikan, Bane berasal dari Jepang, namun memiliki kewarganegaraan Prancis dan berdomisili di Jepang. Selain itu, properti yang ditinggalkan oleh Bane berada di Prancis, tetapi uang dari penjualan apartemen telah ditransfer ke Jepang.
Dalam hal ini, ada beberapa yurisdiksi yang mungkin dapat dipertimbangkan. Pertama, yurisdiksi pengadilan di Prancis karena properti yang ditinggalkan oleh Bane terletak di Prancis. Kedua, yurisdiksi pengadilan di Jepang karena Bane adalah warga negara Prancis dan memiliki domisili di Jepang. Ketiga, yurisdiksi pengadilan internasional karena kasus ini melibatkan aspek internasional yang signifikan. Namun, untuk menentukan yurisdiksi yang tepat, perlu diperhatikan pula ketentuan hukum yang berlaku dalam hal ini. Karena hukum Prancis dan Jepang memiliki perbedaan dalam hal pewarisan properti melalui testamenter, maka diputuskan bahwa peraturan hukum yang berlaku adalah hukum internasional privat.
Berdasarkan kaidah internasional privat, pengadilan yang berwenang adalah pengadilan di Jepang, karena Bane adalah warga negara Prancis dan memiliki domisili di Jepang, sehingga hukum Jepang harus diterapkan untuk menentukan status dan kedudukan ahli waris dalam proses pewarisan testamenter. Dalam hal ini, pengadilan di Jepang akan menerapkan kaidah hukum Jepang untuk menentukan status dan kedudukan ahli waris, dan juga akan mempertimbangkan apakah wasiat Bane sah dan apakah pihak ketiga yang menerima warisan memiliki hak yang sah atas properti tersebut.
b. Apakah kasus ini termasuk kasus HPI ?
Ya, menurut saya kasus ini dapat dianggap sebagai kasus HPI (Hukum Perdata Internasional) karena melibatkan pertentangan hukum antara hukum Prancis dan hukum Jepang dalam proses pewarisan properti melalui testamenter. Dalam hal ini, peraturan hukum yang berlaku harus ditentukan melalui kaidah hukum internasional privat yang biasanya digunakan dalam kasus-kasus HPI. Kaidah hukum internasional privat digunakan untuk menentukan hukum yang berlaku pada suatu kasus yang melibatkan elemen asing, seperti kewarganegaraan, tempat tinggal, atau tempat di mana properti berada.
c. Kasus diatas termasuk kualifikasi hukum apa?
Kasus di atas termasuk dalam kualifikasi hukum kebendaan karena melibatkan masalah harta benda, yaitu apartemen dan mobil yang ditinggalkan oleh Bane setelah meninggal dunia. Masalah hukum yang terkait adalah tentang pewarisan harta tersebut, yaitu siapa yang berhak atas properti tersebut dan bagaimana proses pewarisan dilakukan.Â
Kaidah hukum yang berlaku di Prancis dan Jepang terkait dengan masalah ini, seperti kaidah HPI Prancis yang menetapkan bahwa pewarisan benda tetap mengikuti tempat benda tersebut terletak dan kaidah HPI Jepang yang menetapkan bahwa status dan kedudukan ahli waris dalam proses pewarisan testamenter harus tunduk pada tempat dimana pewaris memiliki kewarganegaraan terakhir. Selain itu, terdapat pula perbedaan dalam kaidah internasional di Prancis dan Jepang terkait dengan pewarisan harta secara testamenter dan hak pewaris untuk mewariskan kekayaannya kepada pihak ketiga.
Dalam kasus ini, ketiga kaidah hukum tersebut bersinggungan dengan masalah kebendaan, yaitu hak atas properti yang ditinggalkan oleh Bane. Oleh karena itu, kasus ini termasuk dalam kualifikasi hukum kebendaan.
d. Hukum mana yang harus diterapkan?
Dalam kasus ini, terdapat pertentangan antara kaidah-kaidah hukum dari Prancis dan Jepang terkait pewarisan harta benda yang dilakukan oleh Bane. Hal ini menunjukkan bahwa setiap negara memiliki sistem hukum dan aturan yang berbeda, yang mungkin berbeda juga dalam hal pewarisan harta benda. Pertentangan antara kaidah hukum Prancis dan Jepang dalam kasus ini menunjukkan bahwa setiap negara memiliki perspektif yang berbeda dalam menangani masalah hukum pewarisan harta benda. Hal ini menunjukkan pentingnya memahami perbedaan hukum di berbagai negara untuk menghindari pertentangan dan konflik antara hukum dari berbagai negara.Â
Dalam hal ini, lex domicilii menjadi kaidah yang digunakan dalam menentukan hukum yang berlaku dalam kasus ini, yaitu hukum di negara dimana Bane berdomisili, yaitu Jepang. Ini menunjukkan pentingnya memahami kaidah-kaidah hukum internasional dalam menangani masalah hukum yang melibatkan beberapa negara. Selain itu, penyelesaian kasus ini harus merujuk pada hukum pewarisan properti melalui testamenter yang berlaku di Jepang, karena Jepang mengualifikasikan kasus ini sebagai pewarisan properti melalui testamenter. Hal ini menunjukkan bahwa hukum yang berlaku dalam kasus pewarisan harta benda dapat bervariasi tergantung pada jenis pewarisan yang dilakukan.
Dalam kasus ini, pengadilan harus mempertimbangkan hukum pewarisan properti melalui testamenter yang berlaku di Jepang dan memutuskan apakah pewarisan yang dilakukan oleh Bane sah atau tidak. Dengan demikian, penyelesaian kasus ini akan memerlukan pemahaman mendalam tentang hukum pewarisan di Jepang dan bagaimana aturan tersebut dapat diterapkan dalam kasus ini.
3. KESIMPULAN
Dalam kasus ini, terdapat pertentangan antara kaidah-kaidah hukum dari Prancis dan Jepang terkait pewarisan harta benda yang dilakukan oleh Bane. Kaidah HPI Prancis mengikuti tempat benda tersebut terletak, sedangkan kaidah HPI Jepang mengikuti tempat dimana pewaris memiliki kewarganegaraan terakhir. Namun, karena Bane merupakan seorang warga negara Prancis yang berdomisili di Jepang, maka dalam hal ini kaidah internasional juga perlu dipertimbangkan. Berdasarkan kaidah internasional, yaitu lex domicilii, maka hukum yang berlaku dalam kasus ini adalah hukum di negara dimana Bane berdomisili, yaitu Jepang.
Dalam hal ini, Jepang mengualifikasikan perkara sebagai pewarisan properti melalui testamenter, sehingga hukum Jepang yang harus diterapkan. Oleh karena itu, penyelesaian kasus ini harus merujuk pada hukum pewarisan properti melalui testamenter yang berlaku di Jepang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H