c. Kasus diatas termasuk kualifikasi hukum apa?
Kasus di atas termasuk dalam kualifikasi hukum kebendaan karena melibatkan masalah harta benda, yaitu apartemen dan mobil yang ditinggalkan oleh Bane setelah meninggal dunia. Masalah hukum yang terkait adalah tentang pewarisan harta tersebut, yaitu siapa yang berhak atas properti tersebut dan bagaimana proses pewarisan dilakukan.Â
Kaidah hukum yang berlaku di Prancis dan Jepang terkait dengan masalah ini, seperti kaidah HPI Prancis yang menetapkan bahwa pewarisan benda tetap mengikuti tempat benda tersebut terletak dan kaidah HPI Jepang yang menetapkan bahwa status dan kedudukan ahli waris dalam proses pewarisan testamenter harus tunduk pada tempat dimana pewaris memiliki kewarganegaraan terakhir. Selain itu, terdapat pula perbedaan dalam kaidah internasional di Prancis dan Jepang terkait dengan pewarisan harta secara testamenter dan hak pewaris untuk mewariskan kekayaannya kepada pihak ketiga.
Dalam kasus ini, ketiga kaidah hukum tersebut bersinggungan dengan masalah kebendaan, yaitu hak atas properti yang ditinggalkan oleh Bane. Oleh karena itu, kasus ini termasuk dalam kualifikasi hukum kebendaan.
d. Hukum mana yang harus diterapkan?
Dalam kasus ini, terdapat pertentangan antara kaidah-kaidah hukum dari Prancis dan Jepang terkait pewarisan harta benda yang dilakukan oleh Bane. Hal ini menunjukkan bahwa setiap negara memiliki sistem hukum dan aturan yang berbeda, yang mungkin berbeda juga dalam hal pewarisan harta benda. Pertentangan antara kaidah hukum Prancis dan Jepang dalam kasus ini menunjukkan bahwa setiap negara memiliki perspektif yang berbeda dalam menangani masalah hukum pewarisan harta benda. Hal ini menunjukkan pentingnya memahami perbedaan hukum di berbagai negara untuk menghindari pertentangan dan konflik antara hukum dari berbagai negara.Â
Dalam hal ini, lex domicilii menjadi kaidah yang digunakan dalam menentukan hukum yang berlaku dalam kasus ini, yaitu hukum di negara dimana Bane berdomisili, yaitu Jepang. Ini menunjukkan pentingnya memahami kaidah-kaidah hukum internasional dalam menangani masalah hukum yang melibatkan beberapa negara. Selain itu, penyelesaian kasus ini harus merujuk pada hukum pewarisan properti melalui testamenter yang berlaku di Jepang, karena Jepang mengualifikasikan kasus ini sebagai pewarisan properti melalui testamenter. Hal ini menunjukkan bahwa hukum yang berlaku dalam kasus pewarisan harta benda dapat bervariasi tergantung pada jenis pewarisan yang dilakukan.
Dalam kasus ini, pengadilan harus mempertimbangkan hukum pewarisan properti melalui testamenter yang berlaku di Jepang dan memutuskan apakah pewarisan yang dilakukan oleh Bane sah atau tidak. Dengan demikian, penyelesaian kasus ini akan memerlukan pemahaman mendalam tentang hukum pewarisan di Jepang dan bagaimana aturan tersebut dapat diterapkan dalam kasus ini.
3. KESIMPULAN
Dalam kasus ini, terdapat pertentangan antara kaidah-kaidah hukum dari Prancis dan Jepang terkait pewarisan harta benda yang dilakukan oleh Bane. Kaidah HPI Prancis mengikuti tempat benda tersebut terletak, sedangkan kaidah HPI Jepang mengikuti tempat dimana pewaris memiliki kewarganegaraan terakhir. Namun, karena Bane merupakan seorang warga negara Prancis yang berdomisili di Jepang, maka dalam hal ini kaidah internasional juga perlu dipertimbangkan. Berdasarkan kaidah internasional, yaitu lex domicilii, maka hukum yang berlaku dalam kasus ini adalah hukum di negara dimana Bane berdomisili, yaitu Jepang.
Dalam hal ini, Jepang mengualifikasikan perkara sebagai pewarisan properti melalui testamenter, sehingga hukum Jepang yang harus diterapkan. Oleh karena itu, penyelesaian kasus ini harus merujuk pada hukum pewarisan properti melalui testamenter yang berlaku di Jepang.