Mohon tunggu...
IndahPutri R
IndahPutri R Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Talak Tilu

25 April 2017   20:53 Diperbarui: 29 April 2017   17:28 1450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anggi mendapati si gadis Talak Tilu tengah memandangya dengan senyum merekah.Liska namanya, gadis yang tadi pagi mendapatkan semprotannya.

“kenapa harus lagu itu?”

Liska terlebih dahulu menarik kursi, mendekat kearah Anggi. Kini pandangan mereka sejajar, jeda sedetik sebelum Liska memulai pembicaraan

“ Yah, selain karena lagu ini merupakan ciptaan kakekku, ada alasan lain kenapa aku sangat menyukai lagu itu. Memang artinya agak tragis, tentang seseorang yang membulatkan tekat untuk menceraikan suaminya, karena tidak tahan lagi dengan kelakuan suaminya.”

Anggi menyerngit, mulutnya terbuka, hendak menyela. Namun, Liska dengan cepat mengintrupsi.

“Tapi, aku rasa hidup kita lebih tragis dari tokoh ‘aku’ dilagu tersebut. Dia tersiksa, namun dia tetap memiliki pilihan. Pilihan untuk lepas dari rasa tersiksanya. Sedang kita? Terbelenggu dalam rutinitas tanpa ada satupun pilihan”

Kalimat tersebut terlalu dewasa, bahkan untuk seorang Liska sekalipun. Anggi memegang bebatannya,menoleh canggung kearah jam dinding disamping ranjangnya. Tepat pukul 17.00.

“tentu kita punya pilihan. Pilihan untuk menerima, atau mempertanyakan tiap alur hidup kita”

Ini pertama kalinya Anggi membuka mulutnya, hanya untuk menanggapi masalah hidup orang lain. Tidak pernah hal ini terjadi sebelumnya. Tidak pernah juga Anggi menasehati seseorang dengan sesuatu yang sebenarnya masih ia pertanyakan, sesuatu yang masih melayang menghantui logikanya, dan hal itu merupakan perkara terakhir Anggi pada hari ini.

Bel pulang berdering, mengisi kelenggangan ruang unit kesehatan sekolah. Anggi dan Liska sama-sama membisu. Hingga akhirnya, Anggi memutuskan untuk mengambil tas dan bergegas menyimpulkan tali sepatu hitamnya.

Raja siang telah lengser, digantikan oleh sang senja. Warna langit kian melembut seiring berjalannya waktu. Hiruk pikuk jalanan tetap ramai, bahkan rasanya tak ada kata lenggang di jalanan ibu kota. Anggi melangkah cepat, kini posisinya persis didepan toko kaset depan rumah tua samping rumahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun