Batin nyeuri ceurik sorangan”
Gadis berdarah sunda itu malah fasih melanjutkan gumamannya. Jengah, Anggi memutuskan untuk mengambil langkah lanjutan.Ditepuklah pundak gadis itu dengan cukup keras, tergagap, gadis tadi menoleh kearahnya sambil tersenyum canggung.
“Eh, Anggi. Kenapa?”
Ada alasan mengapa gadis secantik Anggi tidak memiliki satu temanpun disekolah.Salah satunya adalah karena gaya bahasanya. Sebagai contoh,disaat banyak orang memilih cara halus untuk menasehati seseorang, maka cara yang ditempuh Anggi sungguhlah berkebalikan.
“Bisakah kau hentikan lagu itu? kampung.”
Perkara ketiga hari ini, Anggi sukses melukai hati seseorang.
Pagi menjelang siang, Anggi perlahan larut dalam kesibukannya sebagai pelajar. Berkutat dengan tugas. Batinnya menjerit mengingat tiap bebannya. Anggi menoleh keluar jendela, tepat lurus kearah lapangan upacara, yang merangkap fungsi sebagai lapangan futsal dan voli.
“Anggi, bisakah kamu menolong ibu untuk mengerjakan soal nomer 13?”
Anggi tentunya sangat mengenal suara khas itu.Ditolehkanlah kepalanya, hanya untuk mendapati sang guru dan separuh isi kelas tengah menatap kearahnya.Bergegas ia melirik buku catatannya. Kosong. Sepanjang penjelasan tadi, ia hanya hanyut dalam lamunannya.
“Anggi? Maju kedepan, dan kerjakan soal nomer 13.”
Anggi menyerah, dengan gontai ia langkahkan kakinya menuju papan tulis. Soal telah tertulis rapi disana, menyisakan tanda tanya besar bagi Anggi. Apa yang harus ia lakukan?