Suami masih berkeras bahwa itu cokelat, tapi saya cuekin saja daripada jadi panjang kayak rel kereta api.
Saat sulung saya kembali lagi ke rumah, seperti biasa jaket hanya dia lempar ke kursi. Pagi ini saya rapikan dan saya kembalikan ke tempat semula di belakang pintu. Si bungsu lagi asyik dengan hapenya sambil nunggu jemputan.
"Mel, menurutmu ini warna apa?" tanya saya.
"Hijau," sahut si bungsu pendek. Saya senang karena dapat dukungan.
"Nah, hijau kan, masak kata papa itu cokelat. Kan hijau tai kuda ya, Mel? Kalau itu jelas warna hijau," saya menunjuk jaket yang di sebelahnya.
"Mana hijau?" giliran Amel bertanya.
"Itu," sahutku.
"Astaga itu bukan hijau, Mama. Itu turquoise!"
Ketawalah saya ngakak. Nanti pasti akan saya sampaikan ke suami kalau dia pulang. Urusan warna kalau sama anak gen-Z memang harus spesifik. Saya masih ketawa sambil googling warna turquoise itu yang kayak mana.
Saya bukannya kudet dengan perkembangan penamaan warna yang sudah macam-macam sekarang. Tapi ya, malas menghafal. Â Saya lebih suka bilang warna kunyit, misalnya...daripada teracota. Hijau tai kuda daripada olive tua.