"Wit...," ucap Noni pelan sambil menunjukkan layar hapenya. Terlihat video nuansa pedesaan dan musik tradisional cina mengiringinya.
Aku melirik dan menghela napas menyaksikan bahwa sekali lagi yang diperlihatkan Noni adalah status dari Raka, cowok yang sudah berbulan-bulan ia taksir.
"Kenapa...?" tanyaku.
"Menurutmu, kenapa Raka memasang status seperti ini?"
"Mungkin dia sedang rindu rumah neneknya di kampung...di pedalaman Sichuan," jawabku.
"Atau dia sedang menunjukkan padaku, hidup yang dibayangkannya akan kami jalani di masa tua nanti?" lantur Noni.
"Hmm, jauh banget mikirmu."
Dan itu bukan yang pertama. Noni sudah berkali-kali kegeeran karena status-status Raka.
Aku sebenarnya sudah gemas dan ingin meminta cowok itu untuk berhenti membuat status yang sering disalahartikan oleh gadis-gadis. Tapi katanya ia hanya senang suasana pedesaan. Ia bosan tinggal di perkotaan padat tempat kami bermukim sekarang.
Mungkin Noni benar, video itu cerminan isi hati Raka yang ingin kembali ke desa tempat ia dibesarkan. Tapi walaupun ia memilih pensiun di desa, aku yakin bukan Noni yang dia inginkan untuk menemani. Â
Noni pernah menyesal pulang sekolah terlalu awal gara-gara Raka memasang status gambar berupa foto sepatu di lantai dekat parkiran sekolah, dan memberi caption: menunggumu. Foto itu menggambarkan Raka sedang berdiri menunggu seseorang dan iseng memotret sepatunya dari tempatnya berdiri.
"Jangan-jangan dia menungguku lewat, Wita. Padahal aku pulang cepat karena sakit kepala. Aku menyesal dan merasa bersalah."
"Ehm...kalau kau yang ditunggu, bukankah lebih mudah chat langsung daripada memasang foto yang bisa mengandung jutaan arti?" tanyaku rasional.
Noni hanya bergumam, pasti akal sehatnya menerima logikaku. Hanya saja akalnya sedang tidak sehat, terjangkit virus cinta buta.
Kali lain Noni menarikku dan mengajakku ke pojok sekolah, hanya untuk mendiskusikan bunga kana di status Raka.
Bunga kana kuning yang terayun-ayun ditiup angin, segar dengan titik sisa hujan memenuhi kelopaknya.
"Apa kira-kira maksud statusnya kali ini, Wit? Apakah ia mengibaratkan aku sebagai bunga kana kuning segar ini? Kurasa mawar lebih tepat untuk menggambarkan aku?" gadis konyol itu bertanya serius.
"Hmm, bangun, Noni. Semua status Raka itu bukan buat kamu. Kenapa kamu tidak menanyakannya saja langsung?" tanyaku bosan.
"Pamali kalau gadis ngomong duluan, Wita!"
"Eh, sudah bukan zamannya pamali!"
"Tidak!" seru Noni. "Sampai kapanpun aku nggak akan ngomong langsung ke Raka kalau aku suka dia. Sebaliknya, daripada terus membuat tanda-tanda melalui status, kenapa dia tidak langsung saja menembakku?"
Aku melongo, lalu mencoba mengucapkan pelan-pelan pendapatku, agar diterima oleh otak Noni yang eror.
"Tanda-tanda yang kaumaksud itu...juga dilihat oleh ratusan kontak yang ada di ponsel Raka, Non. Bagaimana kamu bisa yakin bahwa tanda-tanda itu buatmu seorang?"
Noni cemberut mendengar kata-kataku, lalu dia langsung balik kanan meninggalkanku.
Aku sahabatnya yang tidak akan memberikan harapan palsu buat Noni. Aku tak akan berkata...waah betul kayaknya Raka naksir kamu, atau ucapan-ucapan semacam itu.
Aku tahu pasti karena video pedesaan itu dikirimkan oleh adik Raka melalui japri padaku, Â lalu Raka memintanya dan memasangnya sebagai status.
Foto sepatu itu adalah saat Raka menungguku pulang sampai sore karena bu Yayuk meminta bantuanku mengecek tugas ulangan biologi punya teman-teman, karena aku mendapatkan nilai full 100.
Lalu bunga kana kuning itu divideokan Raka dalam perjalanan pulang karena tampak sangat cantik tumbuh di tepi jalan. Bunga kana kuning banyak tumbuh di kampung kami berdua. Rupanya Raka memang sedang dilanda homesick.
Kami bertetangga. Besar bersama. Lalu aku sekolah di kota. Dan setahun setelah itu Raka menyusul. Kami berdua sudah diikat tali pertunangan oleh kedua orang tua kami.
Menjelaskan hubungan kami kepada teman-teman adalah hal  yang kami sepakat untuk dihindari. Maka, aku pun tak dapat menjelaskan hal yang sebenarnya pada Noni. Biarlah waktu yang akan menjelaskan segalanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H