Aku melongo, lalu mencoba mengucapkan pelan-pelan pendapatku, agar diterima oleh otak Noni yang eror.
"Tanda-tanda yang kaumaksud itu...juga dilihat oleh ratusan kontak yang ada di ponsel Raka, Non. Bagaimana kamu bisa yakin bahwa tanda-tanda itu buatmu seorang?"
Noni cemberut mendengar kata-kataku, lalu dia langsung balik kanan meninggalkanku.
Aku sahabatnya yang tidak akan memberikan harapan palsu buat Noni. Aku tak akan berkata...waah betul kayaknya Raka naksir kamu, atau ucapan-ucapan semacam itu.
Aku tahu pasti karena video pedesaan itu dikirimkan oleh adik Raka melalui japri padaku, Â lalu Raka memintanya dan memasangnya sebagai status.
Foto sepatu itu adalah saat Raka menungguku pulang sampai sore karena bu Yayuk meminta bantuanku mengecek tugas ulangan biologi punya teman-teman, karena aku mendapatkan nilai full 100.
Lalu bunga kana kuning itu divideokan Raka dalam perjalanan pulang karena tampak sangat cantik tumbuh di tepi jalan. Bunga kana kuning banyak tumbuh di kampung kami berdua. Rupanya Raka memang sedang dilanda homesick.
Kami bertetangga. Besar bersama. Lalu aku sekolah di kota. Dan setahun setelah itu Raka menyusul. Kami berdua sudah diikat tali pertunangan oleh kedua orang tua kami.
Menjelaskan hubungan kami kepada teman-teman adalah hal  yang kami sepakat untuk dihindari. Maka, aku pun tak dapat menjelaskan hal yang sebenarnya pada Noni. Biarlah waktu yang akan menjelaskan segalanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H