Walaupun memiliki tingkatan-tingkatan seperti tersebut di atas, sebuah jurnal dengan tingkatan S6 (terendah) sekalipun minimal tentu memiliki tim redaksi yang berfungsi menerima naskah dari author dan melakukan pengecekan redaksional (typo) dan penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan KBBI.
Oleh sebab itu betapa kesalnya saya ketika menemukan sebuah naskah jurnal ilmiah yang sangat jauh dari layak. Mulai dari halaman 5 sampai halaman terakhir (14) banyak typo seolah-olah penulis buru-buru mengejar tenggat. Namun yang saya sesalkan bukan penulis semata, melainkan tim redaksi yang seharusnya melakukan proof reading, membaca dengan cermat untuk menemukan dan memperbaiki typo dan berbagai penulisan yang tidak memenuhi kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Lebih-lebih lagi ketika melihat bahwa jurnal tersebut dikelola oleh Fakultas Ilmu Budaya sebuah universitas yang cukup ternama. Waduh, bagaimana mungkin ini terjadi?
Kekurangan si jurnal (yang saya tidak akan sebutkan nama jurnalnya) saya kelompokkan menjadi tiga kelompok antara lain:
1. Penulisan 'di' yang tidak tepat
Cara penulisan 'di' sebagai imbuhan dan 'di' sebagai kata penunjuk tempat, berbeda. Di sebagai imbuhan yang diikuti dengan kata kerja dituliskan secara bersambung, sedangkan di sebagai kata penunjuk tempat dituliskan secara terpisah.
Lebih jelasnya saya contohkan pada kalimat-kalimat berikut:
a. Proyek itu dikerjakan di lokasi yang jauh dari kota.
b. Di sini senang, di sana senang, tapi kalau dicubit tentu tidak senang.
c. Kue itu dibuat dari kulit pangsit dan dijual di pasar.
Sudah jelas kan, bagaimana menulis si 'di' ini? Pada naskah jurnal ilmiah yang saya baca, kadang penulisannya benar, kadang salah. Mengganggu mata yang membaca.