Tapi bukan mamak-mamak Makassar, kalau terlalu jauh terbawa perasaan. Harus ada solusi dari semua kericuhan ini.
"Sudah, bersih-bersih badan ko sekarang, Nak. Setelah itu makan siang. Mamak sudah masakkan ko sayur sop sama ikang goreng sambal dabu-dabu."
Aco berjalan gontai menuju kamarnya.
Baiklah, sekarang yang ada di depan mata diselesaikan. Kumatangkan dulu sayur sop, dan meneruskan menyiapkan makan buat anakku satu-satunya.
Setelah makan siang, Aco pergi katanya mau ke rumah temannya. Kuizinkan tapi kularang ia berlama-lama. Namanya anak lelaki, walau dilarang lama-lama, tetap saja dia baru nongol menjelang azan maghrib. Segera ia kusuruh mandi dan bersiap ke masjid.
Setelah pulang dari masjid, aku mendampingi Aco makan, lalu menyiapkan bukunya besok dan membaca sedikit. Aco pergi ke masjid lagi saat azan Isya berkumandang dan setelah pulang, ia segera kusuruh tidur.
"Kenapa tidur, Mak? Masih jam delapang ini e," protes Aco.
"Eeh, jangko tidur terlalu malam. Ingat ko besok masuk jam lima. Jam setengah empat ko harus sudah bangun karena lama sekali ko kalau di kamar mandi."
Aco bersungut-sungut, namun terus menurut.
Tinggal aku menyiapkan bahan untuk dimasak esok hari.
Jam setengah empat aku benar-benar membangunkan Aco. Makanan sudah siap di meja karena aku sudah bangun dan mulai memasak sejak jam tiga. Aco tidak dapat membuka matanya. Ia terlalu mengantuk.