Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pemerintah Memotong Gaji Pegawai Negeri Sebanyak 15%

1 Februari 2023   22:45 Diperbarui: 1 Februari 2023   22:48 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Janji Korpri (sumber: screenshot https://bkpsdm.baritoselatankab.go.id/)

Breaking news itu terlihat berjalan di layar televisi. Dan seketika dunia heboh. Para PNS misuh-misuh. Demo teriak sana teriak sini. Merasa diperlakukan tidak adil. 

Pekerja informal mencibir, berapa sih gaji PNS dengan golongan terendah? Jika dipotong 50% pun, gaji itu masih terlalu banyak jika dibandingkan dengan perolehan yang didapatkan pekerja informal. Sementara pekerja informal, harus kerja serabutan dari pagi hingga pagi lagi. Jadi buruh, tukang batu, sales minuman sachet, jualan tissue diskonan, dan lain-lain dengan pendapatan yang tak seberapa jika dibandingkan 50% gaji PNS golongan terendah.

Tapi para PNS tidak mau dibanding-bandingkan dengan pekerja informal. PNS kan abdi negara. Setia kepada NKRI. Setia pakai baju korpri tiap tanggal 17, walau sebagian mungkin tidak paham kepanjangan korpri itu apa, dan untuk apa.

Sering mengucapkan janji korpri - tepatnya mengulang petugas upacara pembaca janji korpri tiap tanggal 17 - tapi langsung melupakannya setelah si petugas menutup map tempat teks janji korpri.

Ternyata janji korpri isinya seperti ini:

Ada bunyi: Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongan. 

Tadi mbak-mbak cantik di layar televisi menindaklanjuti berita breaking news dengan ulasan singkat, bahwa pemotongan gaji pegawai negeri sebanyak 15% digunakan untuk mensubsidi keluarga miskin akibat resesi ekonomi terjadi.

"Semestinya kan bisa dilakukan pemotongan anggaran dari pos yang lain? Kenapa harus mengganggu hak pegawai negeri?" demikian salah satu cuitan di twitter - yang sudah jelas dari seorang PNS, yang langsung mengundang retweet dari pihak sepaham - yang tentunya PNS juga atau keluarganya, dan cemoohan dari pihak yang kontra.

"Baru dipotong sekali saja sudah seperti cacing kepanasan."

"Baru 15% saja sudah seperti kebakaran jenggot."

"Baru setelah merasa dirugikan, bicara tentang hak yang dipotong. Bagaimana dengan kewajiban mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongan?"

"Baru dipotong sekali sudah koar-koar tanpa henti, giliran beberapa tahun lalu dinaikkan 15% berkali-kali, diam-diam saja menikmati."

Ah, serba salah. Breaking news itu benar-benar meresahkan PNS se-Indonesia. Benarkah akan dilaksanakan, atau hanya ngeprank saja? 

Gubrak!!!

Handono, PNS teladan yang tadi sedang menonton breaking news, jatuh dari kursi panjang tempatnya leyeh-leyeh. Ia tergeragap panik dengan dada berdegup kencang. 

Betulkah tadi ia membaca breaking news itu dengan sebenar-benarnya, atau breaking news itu muncul di televisi dalam mimpinya? Handono memelototi layar televisi, menanti lewatnya breaking news lagi, sementara penyiar berita sedang menyampaikan derita petani tomat yang merugi gara-gara harga tomat jatuh hingga Rp500 sekilo.

Handono tak sabar segera meraih ponsel yang tergeletak di meja. Ia mengecek semua grup kantor dan grup bulutangkis serta grup domino yang semua anggotanya adalah kawan-kawan PNS-nya. Kenapa grup sepi-sepi saja, apakah mereka semua menerima dan setuju begitu saja dengan pemotongan gaji PNS? Handono merasakan keringat dingin mulai mengaliri pelipisnya.

Ia membuka laman twitter dan mencari keyword trending topik. 

Tomat. Blackpink. Sambo. No repeat order. 

Tidak ada keyword pemotongan gaji. Bukankah tadi ia benar-benar melihat warga twitter heboh membicarakan soal pemotongan gaji?

Tak sabar ia segera menghubungi Bardo, sahabatnya di klub domino.

"Ngawur!" sergah Bardo setelah mendengar pertanyaan Handono. "Makanya siang-siang jangan kebanyakan tidur! Mimpi potong gaji pulak kau. Gaji sudah sedikit mau tinggal berapa lagi? Ingat kau cicilanmu di bank, mobilmu belum lunas, utangmu di koperasi juga belum lunas."

"Terima kasih, Bardo. Terima kasih. Alhamdulillah ternyata gajiku tidak jadi dipotong."

Handono menutup teleponnya dan sujud syukur, nungging membelakangi televisi. Semua kata-kata Bardo benar adanya, hanya Bardo lupa kalau Handono juga sedang renovasi rumahnya yang kedua, yang rencananya akan dikontrakkan. Anak sulungnya juga baru saja masuk sekolah kedokteran, butuh biaya yang tidak sedikit. Anak keduanya, merengek minta sekolah ke luar negeri. 

Siapa bilang 15% itu sedikit? Itu banyak dan berarti buat PNS macam Handono, yang besar pasak daripada tiang. Yang ingin dipandang sukses dari citra kemewahan yang ia tampilkan. Untung saja, breaking news itu hanyalah sekadar mimpi. 

Handono tersenyum lagi, meraih ponselnya, ngobrol dengan teman-temannya di klub bulutangkis membicarakan rencana turnamen yang mereka susun. Semua berjalan aman tenteram damai seperti biasanya.

Sementara di luar sana, pekerja informal bekerja berpeluh di bawah sengatan matahari. Bekerja dari pagi, hingga pagi lagi.**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun