Bagi yang rasional tidak akan banyak berpikir sebelum memutuskan menyumbangkan sebagian seragam yang masih layak pakai ke orang yang lebih membutuhkan. Namun bagi mereka pemuja romantisme pasti akan sedikit overthinking sebelum melakukan hal yang sama.
"Kaos reuniku ini kan kaos kenangan dari almamater yang kucintai. Tempat kenangan di mana aku dulu kenal A, B, C..."
Lah ... malah keinget mantan-mantannya selama sekolah, hahaha. Dah, sumbangin aja biar gak bikin galau dan gagal move on.
Selain sisi romantisme, ada jenis overthinking lain yang mencegah keinginan untuk memberikan kaos atau seragam lainnya ke orang yang lebih membutuhkan.
"Baju seragam ini kan ada lambang-lambangnya. Bagaimana kalau disalahgunakan oknum yang tidak bertanggungjawab?"
Kalau kekhawatirannya seperti itu mungkin bisa terjadi pada seragam kantor berupa pakaian dinas harian yang sarat lambang instansi. Solusinya mudah saja, lambang-lambangnya bisa dilepas terlebih dahulu, baru diberikan orang.
Memang kekhawatiran seperti itu beralasan sih, terutama misalnya kalau seragam kepolisian -- tentu runyam kalau digunakan oknum untuk menipu sana sini.
Sebenarnya Senang Tidak Pakai Baju Seragam?
Kalau ditanya apakah saya senang pakai baju seragam, jawabannya tergantung. Misalnya seragam dinas untuk bekerja, senang tak senang tentu harus dipakai.
Untuk bekerja saya biasa memakai pakaian seragam dinas PDH pada hari Senin dan Selasa, blus putih dan bawahan gelap di hari Rabu dan Kamis, serta baju batik atau baju olah raga di hari Jumat. Pakai baju seragam ada manfaatnya, yaitu tidak pusing pilih baju untuk ke kantor.
Baju seragam lainnya ya kadang senang juga kalau dipakai untuk kegiatan bersama komunitas, karena mengurangi tingkat jor-joran anggota misal mau pakai baju yang wah atau wih ... tapi orang seperti itu jarang di lingkungan saya sih. Kalaupun ada, berarti saya yang nggak perhatian dengan tingkahnya.