Sebagai seorang PNS, terus terang saya merasa wajib menuliskan opini terkait topik pilihan Kompasiana kali ini, yaitu PNS BOLOS DIPECAT.Â
Topik pilihan ini terkait dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).Â
Dialam peraturan tersebut terdapat berbagai kasus ketidakdisiplinan PNS dan sanksi yang diperoleh jika melakukannya. Tapi, kita akan membahas cukup di point tentang jam kerja dan menaati ketentuan jam kerja.
Jadi menurut peraturan tersebut, dan sebenarnya juga telah dibahas di peraturan sebelumnya (walaupun mungkin peraturan sebelumnya agak lebih longgar), PNS bolos sangat bisa diberikan hukuman disiplin berat/dipecat jika:
1. Tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 28 hari kerja atau lebih, dalam satu tahun
2. Tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara terus menerus selama 10 hari kerja
Bisa dipahami, kan?Â
Contoh kasus 1: si Fulan pada bulan Januari tidak masuk kerja tanpa alasan alias bolos selama 2 hari. Bulan Februari juga 2 hari, juga bulan berikutnya. Jadi total 2 X 12 = 24 hari bolos dalam setahun - dia masih lolos jerat hukuman pemecatan.Â
Lha belum 28 hari, kok. Tapi dia tetap kena hukum yaitu penurunan jabatan. Jika tahun berikutnya kesalahan diulang lagi, baru dia terancam dipecat karena mengulangi kesalahan yang sama, di mana hukumannya harus lebih berat dari yang pernah ia dapatkan.
Oya, patut dicatat bahwa untuk hukuman paling ringan yaitu pemberian peringatan, sudah diberikan pada PNS yang tiga hari berturut-turut tidak masuk tanpa izin, ya. Jangan kemudian berpikiran, enak kalau gitu tiap tahun mbolos asal ndak nyampai 28 hari, hahaha.Â
Dan pada praktiknya di kantor-kantor yang manajemennya tegas, satu hari izin saja, kita dianggap mengambil cuti. Itu termasuk di kantor saya. Jadi harus potong cuti. Kalau sering izin sama aja ntar hak cutinya cepat habis.
Contoh kasus 2: si Fulanah bolos selama 10 hari berturut-turut, maka dia terkena hukuman disiplin berat berupa pemecatan, atau istilah dalam bahasa hukum pada PP 94/2021 adalah "pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri."Â
Tapi benarkah peraturan itu dapat berperan sebagai pisau dengan dua sisi yang sama tajam? Apakah pernah ada cerita PNS dipecat hanya gara-gara bolos? Tentu ada, dong.Â
Jadi pada tahun-tahun awal masa kerja saya, alkisah ada seorang pegawai bernama Jay (bukan nama sebenarnya). Sejak saya masuk sebagai pegawai baru, saya jarang melihatnya. Lalu tiba-tiba dia nongol dan rajin masuk hampir tiap hari.
Usut punya usut, akhirnya saya tahu siapa Pak Jay. Beliau sudah menghilang selama hampir 9 bulan tanpa informasi sedikit pun.
Ditambah lagi beliau ini bukan pegawai yang 'bersinar' sehingga bos juga abai dan nggak mencari-cari. Tapi mungkin begitu bos sadar, bos saya ini melaporkan pak Jay ke kantor pusat. Prosedur pemecatan sudah diproses.
Saat proses itulah pak Jay, entah diberitahu siapa, mulai rajin masuk kantor. Nah, dengar mau dipecat, baru mau masuk kantor, selama ini 9 bulan kemane aje.Â
Sakit pun sepertinya tidak. Beliau juga berusaha pedekate ke bos saya waktu itu yang terkenal sangar. Bos bergeming. Proses sudah telanjur difollow-up. Akhirnya jatuhlah talak, eh ... surat pemecatan, dan pak Jay pun harus pergi tereliminasi.
Lain lagi cerita pak Bei. Saya tidak pernah mengenalnya. Hanya sayup-sayup mendengar namanya. Menurut kabar dia sakit, tapi ada yang bilang tidak.Â
Bos saya sudah ganti, bukan yang sangar lagi. Entah apa yang terjadi, pak Bei bisa lolos dari hukuman karena tidak ada yang berinisiatif memroses hukuman.
Nah, sudah kelihatan benang merahnya?
Peraturan disiplin pegawai terkait jam kerja, sudah lama ada. Peraturan itu sebenarnya sudah sangat bagus. Yang menjadi permasalahan adalah sejauh mana pimpinan kantor berani mengimplementasikan isi peraturan, terkait hal-hal berikut:
1. Apakah pimpinan sendiri sudah taat jam kerja? Tentu malu dia sok mendisiplinkan pegawainya kalau dia sendiri tak disiplin, ye kan? Tapi kalau bos saya yang sekarang disiplin, kok (beneran ini, bukan muji karena takut tiba-tiba dia baca tulisan saya, hahaha).
2. Bagaimanakah sistem absensi yang dilakukan? Sistem sidik jari sangat efektif, namun sejak pandemi, di kantor saya absennya manual. Dan jika manual, tanpa ada pemantauan yang baik, pegawai yang masuk 07.30 atau yang baru nongol pukul 10.00, tidak ada bedanya.Â
3. Ewuh pekewuh. Maksudnya, pimpinan tidak sampai hati melakukan tindakan pendisiplinan karena ewuh pekewuh - merasa tidak enak karena berbagai alasan.Â
Misalnya saja kasihan karena si A atau si B anaknya banyak, dan lain-lain. Padahal kalau anaknya banyak semestinya kerja yang lebih rajin ya, supaya semua kebutuhan yang dibeli dari gaji, berkah.
Jadi maksud saya, setajam apapun suatu upaya pendisiplinan, jika tidak disertai niat untuk melaksanakannya, sama saja omong kosong. PNS dipecat?Â
Tentu saja bisa, asal memenuhi keriteria layak pecat yang sudah ditulis dalam PP 94/tahun 2021, dan juga pimpinan mau memproses seluruh birokrasi pemecatan ini.
Akhirul kata, saya sendiri belum menjadi PNS yang baik, tapi saya sangat mendukung semua upaya pendisiplinan PNS, baik melalui peraturan maupun ketegasan seorang pimpinan.Â
Yang lebih penting lagi tentunya adalah kesadaran dari diri seorang PNS, bahwa sebagai abdi negara harus bekerja sebaik-baiknya, mematuhi semua aturan, dan menjadi contoh yang baik bagi sekitar. Tabik.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H