Kelak bila naskah menjadi buku best seller pun, keuntungan hanya diraup oleh penerbit.Â
Begitu pula jika buku ternyata jeblok di pasaran, kerugian tidak ditanggung penulis. Untung atau rugi, 2 -- 4 juta sudah masuk kantung penulis.
Adapun sistem royalti, penulis akan menerima bagi hasil keuntungan dari penjualan bukunya.Â
Biasanya royalti dibayarkan tiap enam bulan. Penulis akan mendapatkan persentase dari harga jual buku.Â
Misalnya buku laku 1000 eksemplar dalam 6 bulan pertama, dengan harga jual buku Rp 50.000,- Maka sharing royalti yang diterima penulis adalah 10% x 1000 x 50.000 = 5.000.000.
Enam bulan berikutnya, buku terjual 500 eksemplar, maka akan diterima royalti sebesar 10% x 500 x 50.000 = 2.500.000.Â
Jadi dalam setahun penulis mendapatkan 7.500.000. Jika enam bulan berikutnya masih ada buku yang terjual, penulis masih mendapatkan hak royaltinya.
Tentu, jika sebuah buku kemudian menjadi best seller, lebih menguntungkan jika penulis memilih sistem pembayaran royalti. Tapi jika tidak percaya diri bahwa bukunya akan terjual banyak, sistem jual putus dapat dipilih sebagai alternatif.
Besaran 10% sebagai sharing royalti yang diterima penulis bukan angka mutlak, karena biasanya terdapat perbedaan antar penerbit, karena berbagai pertimbangan.
Sudah ada bayangan, kan, penerbit mayor itu bagaimana?Â
Contoh penerbit mayor di Indonesia misalnya Gramedia, penerbit Andi, penerbit Mizan, penerbit Kanisius, penerbit Tiga Serangkai, penerbit Indiva, Diva Press, Yrama Widya, dan lain sebagainya.