"Nih, kalian baca semuanya."
Bersama kedua adiknya, masa pingitan dijalani dengan kegembiraan dan semangat karena ada teman curhat sepemikiran.
Jadi, wahai perempuan Indonesia, berbagi itu tidak perlu pusing dan keder karena mikir harus berbagi pada seluruh dunia. Berbagilah pada orang terdekat terlebih dahulu. Saudaramu, atau anakmu. Dan karena kita sekarang jauh lebih beruntung dari pada Kartini, di mana kita punya sosmed, maka sebetulnya kita bisa berbagi dengan lebih luas lagi. Tapi setidaknya, bagilah ilmu, pada orang terdekat.
5. Semangat Belajar yang Menyala-nyala
Suatu ketika ada tamu Belanda datang bertamu pada ayah Kartini. Kartini dan kedua adiknya yang sedang memasak di dapur mengintip. Saat itu Kartini menggantikan tugas pembantu membawakan minum untuk tamu.Â
Saat itulah ia kemudian ikut berbincang dengan tamu ayahnya dan mendapat kesempatan dari salah seorang tamu, untuk menulis di sebuah terbitan.Â
Sang tamu meminta ayah Kartini untuk tidak terlalu ketat memingit putri-putrinya, sejak itu Kartini dan kedua adiknya bisa keluar rumah, berkunjung ke rumah Nyonya Belanda yang membantunya menerbitkan tulisan, mengembangkan usaha ukiran Jepara, dan mengajar murid perempuan secara terbatas di teras rumah.
Terkadang saya ingin memelajari sesuatu, namun saya gengsi atau malu bertanya. Scene Kartini yang berusaha menunjukkan jati dirinya pada tamu Belanda membuat saya tersadar, bahwa semangat belajar tidak boleh membuat kita malu. Kita bisa bertanya pada siapapun yang kita anggap menguasai ilmu yang hendak kita pelajari. Belajarlah dari sikap Kartini.
6. Kompromi dalam Keterbatasan