Berikut 7 hal yang menarik dan penting dari film Kartini yang wajib kamu renungi, dan yang membuat perempuan Indonesia harus nonton film ini:
1. Kondisi Perempuan Pada Zaman Kartini
Kalau dibilang Kartini memberi pencerahan bagi masa depan perempuan di zamannya, saya setuju sekali. Pada zaman itu, sangat jarang anak perempuan pribumi yang mendapatkan kesempatan sekolah.Â
Contohnya saja Kartini dan adik-adiknya yang perempuan, mereka bersekolah hanya sampai usia 12 tahun saja. Itu pun karena mereka termasuk warga pribumi kelas atas dan sang ayah termasuk pria berpikiran moderat.
Perempuan pada zaman itu, setelah mendapatkan haid pertamanya, harus masuk pingitan. Diam di dalam rumah, hingga ada lelaki yang melamar.
Ketidakadilan juga muncul gara-gara peraturan Belanda di mana pejabat sekelas bupati harus menikah dengan perempuan bangsawan. Hal ini efeknya sangat terasa oleh Kartini dan saudara-saudaranya. Untuk mendapatkan promosi sebagai bupati, ayah mereka harus menikah lagi dengan perempuan bangsawan.Â
Ibu mereka yang seorang istri pertama akhirnya berkedudukan layaknya babu di rumah suaminya sendiri. Ia harus mlaku ndodok (jalan jongkok) di rumah suaminya sendiri, memanggil raden ayu pada madunya, memanggil den ajeng pada anak-anaknya, dan ngladeni madunya laksana budak.Â
Sungguh peraturan yang sangat mbelgedhes. Ndhrodhog hati ini menonton adegan-adegan ketidakadilan pada Ngasirah.
Jadi kalau sekarang kamu, perempuan Indonesia, dapat sekolah sampai jenjang tertinggi, say thanks untuk Kartini atau siapa saja tokoh pendobrak budaya yang berjuang agar perempuan mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam memeroleh pendidikan
2. Pemberontakan Kartini dimulai Sejak Dini
Mungkin sejak awal bibit ketidakadilan yang ia lihat dengan mata kepala sendiri itulah, yang membuat Kartini memiliki jiwa bebas dan penuh pemberontakan. Awalnya, masa pingitan ia hadapi dengan acuh dan rada apatis.Â