"Sejak kapan kau suka melakukan perbuatan bodoh -- minum kopi dingin malam-malam?" tanyanya.
"Sejak tiga bulan ini," sahutku dramatis. Semoga dia sadar bahwa itu berarti sejak kami putus.
"Lalu perbuatan bodoh kedua, tidak mengunci pintu rumah saat kau sendirian. Kalau ada maling bagaimana?"
Uh, apakah aku harus menjelaskan alasan aku tidak mengunci pintu? Itu kan untuk meringankan tugasnya dan meminimalisir kemungkinan pintu rusak karena didobrak? Dan aku yakin tidak akan ada maling yang masuk, karena satu-satunya maling adalah maling hatiku -- yaitu dia sendiri.
Dia mendekat, duduk di dekatku. Tuhan, ternyata aku kangen banget sama lelaki ini.
"Kapan kamu rencana pulang kampung? Dalam waktu dekat?" tanyanya dengan suara lebih lembut. Dan -- lho, ngapain juga dia meraih tanganku? Tapi aku suka, euy!
"Entah. Akhir bulan, mungkin."
"Aku ikut. Aku akan memintamu pada orangtuamu."
Hmm, bahasa apa pula itu? Apakah efek infus membuatku salah dengar, atau menjadi lemot?
"Meminta?" aku membeo.
"Melamar."