Aku juga tak mau mengingat-ingat kebiasaan Bapak yang lupa tanggal 11 Juni. Tanggal kelahiran perempuan renung, Putrinya yang penyendiri.
Ahh, Biar bagaimana pun Bapak adalah Laki-laki pujaan Ibu. Bapak yang sama cueknya dengan watakku. Sama keras kepala dengan kepalaku yang batu.
Perayaan ulang tahun memang bukan hal sakral yang harus dilakukan. Tapi, setidaknya, Bapak mengingat hari kelahiran, Anaknya yang sudah piatu ini.
***
"Nasi kuning, bakwan sayur dan bawang goreng sudah siap. Ayok makan dulu!" Emak Manti semangat menggiring kami ke dapur.
Meja kayu sederhana. Empat kursi makan yang masih kokoh. Teh hangat yang memekarkan asap melati. Emak Manti sigap menyusun nasi kuning, bakwan empuk dan bawang goreng di hadapan kami.
Bismillah. Kami bertiga sangat lahap menyantap sajian sarapan pagi yang hampir kesiangan ini.
"Sungguh nikmat." Batinku.
Emak Manti memang jago memasak. Hampir mirip dengan masakan Ibu. Karna mereka memang bersahabat sejak remaja, seperti aku dan Manti.
Setelah nasi kuning diaduk bawang goreng dan beberapa keping bakwan tandas, aku berkicau haru pada Emak Manti.
"Sedap sekali. Hari ini jadi istimewa, Mak. Terima kasih sangat."
Aku cium tangan Emak Manti. Sembari jemarinya mengusap-usap rambutku.