Mohon tunggu...
Incani Indri
Incani Indri Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati generasi

Tertarik dengan isu generasi, politik dll

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

PP 28/2024 dan Malapetaka Seks Bebas

15 Agustus 2024   05:05 Diperbarui: 15 Agustus 2024   05:05 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PP 28/2024 dan Malapetaka Seks Bebas 

Penyedian alat kontrasepsi sekolah bagi siswa dan remaja yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17/2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) menuai polemik di tengah-tengah publik. Pasal 103 ayat (4) tertulis bahwa pelayanan kesehatan reproduksi---selain meliputi deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi dan konseling---mencakup pula penyediaan alat kontrasepsi bagi warga usia sekolah dan remaja. Alasannya, untuk mencegah kehamilan dan infeksi menular seksual. 

Banyak pihak yang menolak sebab aturan tersebut kental dengan aroma liberalisasi yang bertujuan melegalkan seks bebas. 

Malapetaka Seks Bebas

Seks bebas dikalangan remaja saat ini sudah demikian mengkhawatirkan. Sebab seolah sudah menjadi hal biasa. Bahkan BKKBN pada 2017 mengungkap ada 60% remaja usia 16---17 tahun telah melakukan hubungan seksual, usia 14---15 tahun sebanyak 20%, dan usia 19---20 sebanyak 20%. Ini tahun 2017, sekarang jumlahnya tentu sudah mengalami peningkatan. 

Terkait PP No. 28/ 2024, juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril mengatakan bahwa penyediaan alat kontrasepsi ditujukan untuk siswa/remaja yang sudah menikah. Namun publik menilai, aturan ini ambigu. Sebab jika untuk siswa, masalahnya mereka adalah statusnya pelajar yang masih bersekolah. Jadi siswa yang mana yang dimaksud? Tidak ada penjelasan lebih rinci. 

Artinya, jika kedepannya tetap direalisasikan, sedangkan didalamnya memuat frasa-frasa multitafsir, maka ini sangat mungkin membuka celah bagi perilaku seks bebas bagi remaja, sebab perbuatan seks bebas semacam ini dipandang sebagai perbuatan legal. Kebijakan ini jelas tidak tepat. Terlihat bahwa pemerintah mencoba menyelesaikan masalah, dalam hal ini masalah kesehatan, namun yang terjadi justru menambah masalah baru. 

Sekulerisma - Liberalisme Akar Masalah

Paradigma yang dipakai pemerintah dalam membuat kebijakan berpangkal dari pandangan sekularisme liberalisme. Paradigma sekuler menjadikan manusia jauh dari aturan agama sebab ide ini menghendaki manusia tidak diatur dengan agama. Sedangkan paradigma liberal menjadikan kebebasan adalah hal yang diagung-agungkan. 

Sehingga tolak ukur perbuatan bukan dinilai dari halal haram. Inilah akar dari munculnya kebijakan PP No. 28/2024 tersebut. Jadi, selama pandangan sekulerisme liberalisme tidak dicabut sampai ke akarnya, maka kebijakan yang semacam ini akan berpotensi untuk terus muncul.

Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara sekuler sekalipun masyarakatnya mayoritas muslim. Setiap kebijakan berkiblat pada Barat. Anggota DPR RI Abdul Hakim menyatakan bahwa pemberian alat kontrasepsi bagi siswa ini mengikuti cara barat dengan konsep CSE (comprehensive sex education) yang merupakan pendidikan seks berdasarkan pendekatan yang radikal, vulgar, mempromosikan seks bebas, aborsi, dan hak-hak lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). CSE ini juga merupakan alat utama yang digunakan untuk memajukan agenda hak-hak seksual global dan dirancang untuk mengubah semua norma agama dan tradisional yang hidup di tengah masyarakat terkait seksualitas dan gender dengan mengubah cara pandang anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun