PP 28/2024 dan Malapetaka Seks BebasÂ
Penyedian alat kontrasepsi sekolah bagi siswa dan remaja yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17/2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) menuai polemik di tengah-tengah publik. Pasal 103 ayat (4) tertulis bahwa pelayanan kesehatan reproduksi---selain meliputi deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi dan konseling---mencakup pula penyediaan alat kontrasepsi bagi warga usia sekolah dan remaja. Alasannya, untuk mencegah kehamilan dan infeksi menular seksual.Â
Banyak pihak yang menolak sebab aturan tersebut kental dengan aroma liberalisasi yang bertujuan melegalkan seks bebas.Â
Malapetaka Seks Bebas
Seks bebas dikalangan remaja saat ini sudah demikian mengkhawatirkan. Sebab seolah sudah menjadi hal biasa. Bahkan BKKBN pada 2017 mengungkap ada 60% remaja usia 16---17 tahun telah melakukan hubungan seksual, usia 14---15 tahun sebanyak 20%, dan usia 19---20 sebanyak 20%. Ini tahun 2017, sekarang jumlahnya tentu sudah mengalami peningkatan.Â
Terkait PP No. 28/ 2024, juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril mengatakan bahwa penyediaan alat kontrasepsi ditujukan untuk siswa/remaja yang sudah menikah. Namun publik menilai, aturan ini ambigu. Sebab jika untuk siswa, masalahnya mereka adalah statusnya pelajar yang masih bersekolah. Jadi siswa yang mana yang dimaksud? Tidak ada penjelasan lebih rinci.Â
Artinya, jika kedepannya tetap direalisasikan, sedangkan didalamnya memuat frasa-frasa multitafsir, maka ini sangat mungkin membuka celah bagi perilaku seks bebas bagi remaja, sebab perbuatan seks bebas semacam ini dipandang sebagai perbuatan legal. Kebijakan ini jelas tidak tepat. Terlihat bahwa pemerintah mencoba menyelesaikan masalah, dalam hal ini masalah kesehatan, namun yang terjadi justru menambah masalah baru.Â
Sekulerisma - Liberalisme Akar Masalah
Paradigma yang dipakai pemerintah dalam membuat kebijakan berpangkal dari pandangan sekularisme liberalisme. Paradigma sekuler menjadikan manusia jauh dari aturan agama sebab ide ini menghendaki manusia tidak diatur dengan agama. Sedangkan paradigma liberal menjadikan kebebasan adalah hal yang diagung-agungkan.Â
Sehingga tolak ukur perbuatan bukan dinilai dari halal haram. Inilah akar dari munculnya kebijakan PP No. 28/2024 tersebut. Jadi, selama pandangan sekulerisme liberalisme tidak dicabut sampai ke akarnya, maka kebijakan yang semacam ini akan berpotensi untuk terus muncul.
Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara sekuler sekalipun masyarakatnya mayoritas muslim. Setiap kebijakan berkiblat pada Barat. Anggota DPR RI Abdul Hakim menyatakan bahwa pemberian alat kontrasepsi bagi siswa ini mengikuti cara barat dengan konsep CSE (comprehensive sex education) yang merupakan pendidikan seks berdasarkan pendekatan yang radikal, vulgar, mempromosikan seks bebas, aborsi, dan hak-hak lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). CSE ini juga merupakan alat utama yang digunakan untuk memajukan agenda hak-hak seksual global dan dirancang untuk mengubah semua norma agama dan tradisional yang hidup di tengah masyarakat terkait seksualitas dan gender dengan mengubah cara pandang anak.Â
Solusi Islam
Islam dengan aturan syariat yang sempurna memiliki konsep bagaimana menjaga siswa/remaja dari perilaku seks bebas. Hal itu dilakukan dengan mewajibkan negara dalam hal ini Khalifah, sebagai pelaksana syariat untuk menerapkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan.Â
Dalam aspek pendidikan, maka Islam akan menetapkan kurikulum pendidikannya berasas akidah Islam. Tujuannya untuk mencetak individu agar memiliki berkepribadian Islam. Para siswa/remaja akan dibekali tsaqofah Islam sehingga mereka akan memahami syariat secara utuh.Â
Dengan ini akan terwujud para pelajar/ remaja yang perilaku mereka berjalan sesuai dengan koridor syariat. Dalam aspek pergaulan, maka negara menetapkan berbagai aturan pergaulan sesuai syariat. Contohnya kewajiban menurut aurat bagi laki-laki maupun perempuan, larangan khalwat, ikhtilat, dsb yang dapat menjadi potensi kearah perilaku seks bebas. Hal ini di dukung dengan masyarakat uang yang saling amar ma'ruf nahi mungkar.Â
Saat didapati ada pelanggaran syariat, maka masyarakat akan saling menasehati sehingga terwujudlah suasana yang kondusif dalam pelaksanaannya. Dalam hal media, maka negara dalam Islam akan melarang menyaring berbagai konten yang dapat memicu dorongan seksual (jinsiyah) muncul dan merusak kepribadian Islamnya.Â
Begitu pula negara akan menegakkan sistem sanksi yang tegas bagi pelaku maksiat. Zina adalah perbuatan haram yang dicela oleh syariat. Maka siapapun yang melanggar, akan dikenai sanksi berupa hukuman rajam bagi yang sudah menikah dan hukuman cambuk 100 kali bagi yang belum menikah.Â
Sebagaimana dalam surah An-Nur ayat 2 Allah berfirman yang artinya, "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin."
Demikianlah cara Islam dalam melakukakan upaya penjagaan terhadap munculnya  malapetaka seks bebas. Namun pelaksanaan syariat meniscayakan adanya institusi penegaknya sebab dengannya syariat Islam akan bisa diterapkan Islam secara kaffah.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H