Louissia meronta-ronta di dalam kegelapan, tangannya terikat kuat oleh tali kasar dan tubuhnya terikat yang menyatu dengan kursi. Matanya terpejam rapat, mencoba melarikan diri dari kenyataan yang mencekam. Dia adalah seorang anak yang tak berdosa, kini menjadi sandera dalam permainan kejam seseorang yang tidak ia kenal. Dari sudut ruangan, pria tersebut tampak sibuk membakar besi yang ukurannya sedang hingga warnanya memerah. Â Langkahnya berat saat ia mendekati Louissia. Louissia menatap pria tersebut dengan tatapan takut dan gemetar.
"Baiklah, gadis kecil, sepertinya besi ini akan terlihat indah jika aku menempelkannya di wajahmu," ucap pria tersebut sambil tersenyum, tangan nya meraih wajah Louissia.
"Tolong, ampuni aku... aku mohon," ucap Louissia dengan air mata yang tiada henti, sambil menaruh harap bahwa perkataannya akan didengar. Senyum yang merekah dari pria tersebut tiba-tiba hilang dan ia melepaskan genggaman nya dari wajah wanita itu. "Kau benar, seharusnya aku mengampunimu," ucap pria tersebut, berjalan menjauh membelakangi Louissia. Namun, langkahnya terhenti tiba-tiba. "Tapi jika aku melepaskanmu, siapa yang akan menghiburku?" lanjutnya, berbalik badan dan memperlihatkan ekspresi sedihnya. Namun, dalam sekejap, raut wajah sedih itu berubah menjadi senyum yang menyeramkan, dengan sorot mata seperti serigala yang siap menerkam mangsanya. Louissia ketakutan, matanya tak mampu berkedip, hatinya selalu berkata "lari, Louissia, lari," tubuhnya  pun meronta di atas kursi dengan tangan dan kakinya yang terikat.
Pria tersebut mendekatinya dengan langkah yang cepat, menempelkan besi  panas itu ke dada Louissia . "Sepertinya terlalu cepat jika aku menorehkan luka di wajahmu, aku akan mulai dari tubuhmu terlebih dahulu.Aku akan menyiksa mu secara perlahan lahan agar kau bisa menikmati rasa sakit itu.
"Agrhhh... sakit... aaaaa " histeris teriak wanita itu dengan penuh kesakitan yang tak tertahankan.
"Hahaha... teriaklah, gadis kecil... lebih kencang," pria tersebut semakin menekan besi itu, meningkatkan suara teriakan kesakitan Louissia.
 "Ya, seperti itu... hahaha..." Pria tersebut tampaknya benar-benar menikmati suara teriakan kesakitan dari wanita itu .
Tidak sanggup menahan rasa sakit, kesadaran Louissia tiba-tiba menghilang, diikuti dengan suara kesakitan yang meredup.Pria itu menghempaskan besi tersebut ke lantai sambil memegang wajah Louissia yang tidak sadarkan diri, sambil berbisik dengan dirinya sendiri. "Ini belum setimpal dengan apa yang kurasakan, Louissia.".
Setelah beberapa  saat kemudia kesadaran nya mulai kembali , Louissia mendapati dirnya  masih duduk terikat di kursi kayu tua, matanya yang lelah mulai terbuka dan  menatap kegelapan di sekitarnya. Dia bisa merasakan napas berat pria yang berdiri di hadapannya, menunggu dengan sabar untuk menyiksa lagi.
" Kau sudah sadar ?" ucapnya dengan senyum sadis.
" Aku mohon..ampuni aku..kesalahan apa yang sudah ku lakukan padamu aku bahkan tidak mengenalimu." Ujar Louissia dengan sisa sisa suaranya. Pria tersebut berjalan membelakangi Louissia seakan akan tidak menghiraukan perkataan Louissia. Ia mengambil segelas air dan berjalan ke arah Louissia lagi.
"Kau mau minum? tanya pria itu, menyela keheningan yang mengepung.Louissia memang merindukan air, tetapi ragu mengapa pria itu tiba-tiba menawarkannya. Hatinya berdegup kencang dalam kebingungannya.
"Kau mau atau tidak!" pria itu mendesak lagi, suaranya tinggi dan tegas. Louissia merasa terpojok. Dengan penuh ketakutan, dia mengangguk perlahan dengan ketakutan .
"Buka mulutmu!" perintah pria itu, dan  dia menuangkan air ke dalam mulut Louissia. wanita itu meminum air tersebut dengan rakus, seolah tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.
Belum  sampai setengah gelas air yang diminum Louissia, pria tersebut menarik kembali gelas  tersebut dan meletakkannya di atas meja kecil di samping nya dan ia mulai mendekatkan tangan nya ke tubuh wanita tersebut .Mengira akan disiksa kembali Ia menutup matanya dengan pasrah. Ternyata, pria tersebut sedang melepaskan ikatan tubuh Louissia dari kursi dan mengubah posisi ikatan tangan Louissia dari depan ke belakang, juga tak lupa mengikat kaki gadis itu. Louissia keliatan bingung akan perlakuan pria tersebut ia pun mencoba memecahkan suasana yang hening tersebut dengan mengangkat suara.
" Aa-aku sampai sekarang tidak mengerti apa alasanmu melakukan ini padaku, Ji-jika kau melakukan semua ini hanya karna menginginkan uang maka ayah ku bisa mem -"
 Belum selesai berbicara tiba-tiba pria tersebut menampar wanita itu  dengan sangat keras sehingga tubuh nya terpental ke dinding . Ia mendekati tubuh Louissia, membawa gelas berisi air yang sebelumnya telah diberikan. Dengan erat, ia menggenggam rambut belakang Louissia, memaksa wajahnya menghadap ke atas. Dengan sisa air di dalam gelas itu pria tersebut menuangkan air ke wajah Louissia.
"Sepertinya aku telah salah besar telah memberikan belas kasih padamu. Sungguh, buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Keangkuhan dan kesombonganmu persis seperti nya. Kalian adalah orang-orang yang mengira bahwa uang dapat memperbaiki segalanya. Aku akan memberikan contoh kepadanya bahwa uang tidak dapat menggantikan nyawa seseorang." Ucapnya sambil meremas gelas yang telah kosong ditangannya hingga pecah.
Pikiran Louissia ricuh dengan pertanyaan pertanyaan yg muncul kepadanya. "siapa yang sebenarnya di benci oleh pria ini apakah salah satu keluarganya?tapi siapa, siapa yang dimaksud oleh pria ini?tidak mungkin jika yang dia maksud adalah Aay-."
"Setelah ini, kita akan melakukan sesuatu yang sedikit berbeda." ucap pria itu, memotong kekacauan yang ada di kepala Louissia.
"Setiap kesalahan yang kau buat akan mendapatkan hukuman yang pantas," lanjut pria tersebut dengan nada yang penuh ancaman diiringi senyum sadisnya.
Louissia menelan ludah, tubuhnya gemetar saat ia berusaha memikirkan apa yang akan datang. Pria itu mengeluarkan sebuah kotak besar dari balik meja, membukanya perlahan untuk memperlihatkan isinya. Di dalam kotak itu terdapat berbagai alat dan benda yang tidak pernah dilihat Louissia sebelumnya.
"Kita akan bermain dengan ini," kata pria itu sambil mengangkat salah satu alat aneh dari kotak tersebut. "Ini adalah alat penyiksa, dan aku akan menggunakannya jika kau membuat kesalahan."
Dengan senyum sadisnya pria itu pun berdiri  melangkah meninggalkan gadis itu di dalam ruangan. Louissia, yang tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menangis meratapi nasibnya yang harus berakhir di tangan pria itu. Saat matanya melihat sekeliling ruangan, tiba-tiba matanya tertuju pada pecahan gelas yang berada tidak jauh dari sampingnya. Ia pun berhenti menangis  dan sambil  menyeret nyeret tubuhnya berusaha untuk  mendekati pecahan gelas tersebut . Berhasil meraihnya, Louissia pun mulai menggesekkan pecahan kaca tersebut ke tali yang mengikat tangannya. Meski kecil kemungkinan bahwa tali tersebut akan putus, Louissia tidak menyerah. Tak selang berapa lama , pria tersebut masuk kembali ke dalam ruangan tersebut dan seketika  Louissia mengehentikan aksinya.
" Sepertinya dia tidak melihatku mengambil pecahan kaca ini,aku harus memperlambat gerakan ku agar dia tidak curiga." ucap Louissia di dalam hatinya.
"Bagaimana, apa kau siap? Ini akan menjadi permainan yang menyenangkan! Hahaha..." Tawa pria itu bergema di seluruh ruangan. Sebelum melanjutkan, pria tersebut mengeluarkan senjata api dari saku celananya dan tiba-tiba tatapan matanya mengarah ke Louissia.
"Baiklah, kita akan mulai dengan sesuatu yang sederhana," katanya sambil memainkan senjata api di tangannya dan meletakknya di atas meja kecil yang berada di sampingnya.
 "Aku akan memberimu sebuah teka-teki. Jawablah dengan benar, dan kau akan selamat untuk sementara. Jika salah... ya, kau tahu apa yang akan terjadi."
Pria tersebut pun mengambil kursi dan duduk dengan jarak tidak cukup jauh di hadapan Louissia.
 "Tebaklah, apa yang datang dengan amarah yang membara dan tidak akan berhenti sampai seluruh keluargamu hancur?" ucap pria itu, matanya berbinar-binar dengan antisipasi atas jawaban. Ia berharap Louissia tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut.
 "Apa jawabanmu Louissia ?". Louissia yang tampak kebingungan atas jawaban dari  pertanyaan di atas ia tidak bisa fokus sebab fokusnya tertuju pada ikatan tangan nya yg sedikit lagi melepas.Ia berusaha mengulur waktu namun tampaknya pria tersebut marah karna Louissia tak kunjung menjawab pertanyaan tersebut. Pria tersebut pun langsung menghampiri Louissia berniat ingin menjambak rambutnya namun tiba tiba.
" Aaaaaa" Teriak pria tersebut kesakitan. Ternyata Louissia berhasil memutuskan tali yng mengikat tangan nya dan ia menancapkan pecahan kaca yang ia gengam ke bola mata pria tersebut.
" Kurang hajarr...akan ku balas kau Louissia!!!" ucap pria tersebut dengan badan yang tersungkur tak kuat berdiri.
Pria tersebut mencabut pecahan kaca yang menancap di matanya.Darah yang bercucuran deras tak berhenti mengalir.Saat pria tersebut mencari dimana wanita tersebut ternyata Louissia sudah berhasil melepaskan ikatan kakinya dan berdiri tepat di belakang pria tersebut senjata api yang sebelumnya tergeletak di atas meja kini berada di tangannya, siap untuk digunakan.
 " Berhenti!! aku akan menembak mu jika kau berani melangkahkan kaki mu dari situ!" ancam Louissia.
Namun perkataan Louissia tak di indahkan oleh pria tersebut, dia pun melangkah. Dan Louissia menembakkan peluru tersebut sehingga mengenai paha sebelah kiri pria itu.
" Aaaaaa...wanita sialannn...kurang hajar" Sekali lagi, pria tersebut terduduk dengan tersungkur di lantai namun kali ini dia tidak mampu berdiri. Louissia dengan tangan yang gemetar tetap memegang pistol tersebut.
" Siapa kau sebenarnya! apa yang kau inginkan dari ku?" Tanya Louissia dengan nada menekan. " Jika kau tidak menjawab maka aku akan menembakkan peluru ini kepadamu dan aku pastikan bahwa kau tidak akan pernah sadar untuk selama lamanya."
" Hahaha...apa kau akan membunuhku sama seperti yang pernah dilakukan oleh ibu mu?" Louissia tampak kebingungan.
" apa maksud perkataan mu!" Tidak mungkin ibu ku melakukan hal seperti itu."
"Tapi ibumu terbukti sudah melakukannya!!!" teriak pria tersebut, suaranya menggema dengan amarah yang terpendam. "Ibumu merebut ayahku dari ibuku!" Pria itu berteriak, mengeluarkan semua kekesalannya selama ini.
"Ya! Ayahku meninggalkan ibuku demi ibumu, hanya karena ibumu menawarkan kekayaan dan uang kepada pria brengsek itu untuk meninggalkan ibuku! Tahukah kau bagaimana penderitaan ibuku saat itu?! Ibumu telah mengambil kebahagiaan kami! Dan itu belum cukup baginya."
Meskipun salah satu matanya bercucuran darah, wajah pria itu masih memancarkan kebencian yang mendalam. Dengan suara bergetar penuh emosi, ia melanjutkan.
"Ibumu membayar seorang pembunuh untuk menghabisi nyawa ibuku! Aku melihat ibuku disiksa dan mati di depan mataku sendiri!" Tangis pria tersebut pecah seketika, namun semangat dendamnya tetap membara. Pria itu meremas tangannya dengan gemetar, emosinya meluap-luap.
 "Setiap malam, aku mendengar jeritan ibuku, melihat wajahnya yang penuh kesakitan. Aku bersumpah, Louissia, bahwa aku akan membuat keluargamu merasakan penderitaan yang sama!!
"Kau akan membayar semua yang telah dilakukan oleh ibumu. Nyawa harus dibalas dengan nyawa. Aku akan membunuhmu dan mengirimkan jasadmu tepat di hadapan mereka berdua," desisnya, setiap kata penuh dengan kebencian yang mencekam.
"Aku akan membunuhmu! Aku akan membunuhmu!" teriaknya dengan nada menggila, seolah-olah kehilangan akal sehat
Pria tersebut berusaha bangkit namun " Duaarrrr" suara tembakan menggema . Louissia menarik pelatuk pistol tersebut dan peluru nya mengenai kepala pria tersebut.
Tangis Louissia pun memecah, ia tidak benar benar tidak menyangka bahwa yang dia alami saat ini merupakan pembalasan  dari tindakan ayah dan ibunya di masalalu. Dengan hati yang berat, Louissia menyadari bahwa dia telah berubah menjadi sesuatu yang sama dengan orang yang telah menyiksa dan menyakiti dirinya. Dan meskipun pria  itu telah meninggalkan dunia ini, bayangan perbuatannya akan tetap menghantuinya selamanya. Dia terduduk di lantai, merasakan beban kesalahannya menindihnya. Dia tahu bahwa peristiwa tragis ini akan menghantui dirinya selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H