Hari itu, di kampus, aku pertama kali bertemu dengan Luluk. Wajahnya yang lembut dan senyumnya yang manis langsung membuat hatiku bergetar. Kami berbicara singkat di kelas, dan aku merasa ada sesuatu yang istimewa tentangnya. Aku tahu aku harus mengenalnya lebih jauh. Maria, sahabatku sejak SMA, adalah teman baik Luluk. Ketika aku bercerita tentang perasaanku pada Luluk, Maria mendukung penuh dan menawarkan untuk menjadi mak comblang.
"Aku akan membantu kamu, Jo. Luluk teman baikku, aku tahu dia pasti akan suka sama kamu," kata Maria dengan senyum.
Maria mulai mengatur berbagai pertemuan antara aku dan Luluk. Kami sering pergi bersama untuk makan siang atau minum kopi. Awalnya, semuanya berjalan lancar. Luluk tampak mulai tertarik padaku. Namun, ada sesuatu yang aneh. Setiap kali aku merasa sudah semakin dekat dengan Luluk, selalu ada halangan yang muncul entah dari mana.
Suatu hari, saat kami sedang menikmati makan malam romantis yang diatur oleh Maria, Luluk tiba-tiba mendapat telepon darurat dan harus pergi. Kejadian-kejadian seperti ini terus berulang, membuatku frustasi dan bingung. Aku curiga ada sesuatu yang tidak beres.
Pada suatu malam, aku memutuskan untuk mengunjungi Luluk di rumahnya. Ketika aku sampai, aku mendengar percakapan yang membuatku terkejut.
"Luluk, kamu harus hati-hati sama Jo. Aku dengar dia masih suka main-main sama cewek lain," suara Maria terdengar dari balik pintu.
"Apa? Serius, Maria? Aku tidak tahu itu," jawab Luluk dengan nada kecewa.
Hatiku hancur mendengar itu. Maria, sahabatku yang aku percaya, ternyata berusaha menjatuhkanku di depan Luluk. Aku mundur perlahan dan kembali ke rumah dengan hati berat. Malam itu, aku tidak bisa tidur, memikirkan apa yang harus kulakukan.
Esok harinya, aku memutuskan untuk menghadapi Maria. Aku mengundangnya untuk bertemu di taman kampus.
"Maria, aku dengar kamu berbicara dengan Luluk semalam. Kenapa kamu melakukan itu?" tanyaku dengan tegas.