Malam itu, Dion pulang dengan perasaan campur aduk. Ia mencintai Siska, tapi ia tidak bisa mengabaikan perasaannya terhadap Ibu Lita.
Hubungan Dion dengan Siska mulai terguncang. Siska merasakan ada yang berubah dari Dion. Ia menjadi lebih sering murung dan kurang perhatian. Suatu malam, Siska mengajak Dion berbicara dari hati ke hati.
"Dion, ada apa denganmu? Aku merasa kau semakin menjauh dariku," tanya Siska dengan mata berkaca-kaca.
Dion menghela napas panjang. "Siska, aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Aku merasa bingung dengan perasaanku sendiri."
Siska menatap Dion dengan penuh harap. "Apa kau masih mencintaiku?"
Dion terdiam sejenak sebelum menjawab. "Aku mencintaimu, Siska. Tapi ada sesuatu yang tidak bisa kujelaskan. Aku butuh waktu untuk merenung."
Malam itu, Dion merenung panjang. Ia tahu bahwa ia harus membuat keputusan yang sulit. Perasaannya terhadap Ibu Lita semakin kuat, sementara cintanya kepada Siska mulai memudar.
Akhirnya, Dion memutuskan untuk berbicara dengan Ibu Lita. Mereka bertemu di sebuah kafe yang tenang.
"Dion, ada apa? Kau terlihat sangat tertekan," tanya Ibu Lita dengan wajah penuh kekhawatiran.
Dion menghela napas dalam-dalam. "Bu, aku mencintai Siska, tapi perasaanku terhadapmu semakin kuat. Aku tidak tahu harus berbuat apa."
Ibu Lita menatap Dion dengan lembut. "Dion, perasaanmu adalah sesuatu yang alami. Aku juga merasakan hal yang sama. Tapi kita harus berpikir matang sebelum mengambil keputusan."