Mohon tunggu...
INAR SETYANINGRUM
INAR SETYANINGRUM Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nyanyi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perkawinan Indonesia

14 Maret 2023   18:01 Diperbarui: 14 Maret 2023   18:07 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Buku ini adalah karya dari Prof. Dr. H. Moch. Isnaeni, S.H.,MS. Yang berjudul "Hukum Perkawinan Indonesia", yang menjelaskan secara, lengkap dan terperinci.Mengenai Hukum Perkawinan Indonesia yang didalamnya terdapat penjelasan mengenai Asas hukum perkawinan, dasar perkawinan, syarat Perkawinan, pencegahan dan pembatalan perkawinan, harta benda dalam perkawinan dan perjanjian kawin, hak dan kewajiban suami istri, putusnya perkawinan beserta akibatnya, kedudukan anak, hak dan kewajiban antara orang tua dan anak, perkawinan internasional, dan ketentuan peralihan dan penutup.

 Dalam kehidupan rumah tangga untuk menjadikan keluarga yang samawa perlu adanya kematangan antara suami dan istri, karena perkawinan bertujuan untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk mewujudkan kondisi ini, tentunya diperlukan karakter -- karakter suami istri yang sudah memiliki kemampuan baik secara ragawi ataupun rohani sebagai bekal untuk menjadi keluarga yang samawa. 

Maka di dalam Hukum perkawinan di Indonesia tidak mengherankan jika asas kematangan jiwa raga calon suami istri kemudian menjadi salah satu asas dalam UU perkawinan, ini layak dijadikan salah satu asas  karena dalam kehidupan masyarakat adat sekalipun, ukuran matang kawin juga digaris bawahi urgensinya yakni kalau pihak-pihaknya, lelaki dan wanita sudah "mentas gawe". Kalau dalam islam sudah akil baligh. Jika jiwa dan raga yang belum matang dan ingin segera melakukan perkawinan maka pasti rentan dan potensial runtuh.

 Dasar hukum perkawinan di Indonesia sendiri tidak lain adalah UU perkawinan. Karena di buat oleh pemerintah Indonesia untuk kepentingan semua warga negara, atas dorongan dari nilai-nilai pancasila, serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional. Pasal 1 UU Perkawinan yang memberikan definisi tentang perakawinan yang intinya : " Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. 

Sedangkan dalam hukum perkawinan BW memilih sikap memandang perkawinan hanya dari segi perdatanya saja, sedang UU perkawinan sejak awal justru nuansa agamawi sangat kental mewarnai ketentuan-ketentuannya.

            Keabsahan perkawinan terdapat pada pasal 2 UU perkawinan yang secara redaksional menyatakan :

  • Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.
  • Tiap-tiap perkawinan di catat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tolak ukur agama dijadikan penentu keabsahan suatu perbuatan hukum kawin, dan sudah pasti tiap agama yang dipeluk warga Negara Indonesia mengajarkan prosedur yang tidak sama. Maka dari itu keabsahan merupakan hal penting dalam prosedur perkawinan.

Ketidak seragaman akan terlihat jika menyimak Pasal 2 ayat 2 UU perkawinan yang menegaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat sesuai peraturan perundang-undangan, kejelasan tidak seragamnya pencatatan nikah ini akan terlihat jika kita membaca pasal 2 PP No. 9/1975 yang menetapkan :

  • Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama islam dilakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang nomor 32 tahun 1954 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk.
  • Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama dan kepercayaannya itu selain agama islam, dilakukan oleh pegawai pencatatan perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
  • Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku bagi tata cara pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku, tata cara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana di tentukan dalam pasal 3 sampai dengan pasal 9 peraturan pemerintah ini.

Pasal 2 UU pekawinan menjadi sumber banyak persoalan, antara lain dalam menyikapi keberadaan "kawin siri" yang sering terjadi di masyarakat menyangkut keabsahannya. Jadi keabsahan perkawinan di Indonesia tidak boleh menikah dengan beda agama dan harus ada pencatatan perkawinan, batu ukur dalam pasal 2 UU perkawinan sudah tentu tidak tepat kalau dikenakan pada jenis perkawinan warga Indonesia yang dilangsungkan di luar negeri, akibat ada unsur asing yang tersemat didalamnya.

 Terdapat Pasal 3 UU perkawinan yang di dalamnya terkandung Asas monogami, asas monogami sendiri adalah asas yang dalam Pasal 27 BW yang  bersifat mutlak dimana dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, begitupun dengan seorang perempuan hanya satu orang laki-laki sebagai suaminya. Jika melanggar akan dikenai konsekuensinya sebagai perbuatan pidana kategori kejahatan dengan ancaman pidana penjara selama 5 tahun. Sebaliknya asas monogami dalam UU Perkawinan sifatnya tidak mutlak karena dimungkinkan seorang lelaki mempunyai wanita lebih dari satu sebagai istrinya ( pasal 3 ayat 2 UU Perkawinan ).

Meskipun agama islam memberikan kemungkinan bagi seorang muslim mempunyai istri lebih dari satu dalam waktu yang sama ( poligini ), agar tidak berbenturan dengan asas hukum perkawinan yang dijadikan dasar, oleh pemerintah dilakukan suatu perubahan dengan memunculkan Syarat-syarat seperti yang tertera dalam pasal 4 dan 5 UU Perkawinan. Hal ini dilakukan antara lain untuk mencegah adanya penyalahgunaan yang merugikan pihak-pihak tertentu, khususnya istri yang sudah ada beserta anak dan keturunannnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun