Mohon tunggu...
Ina Purmini
Ina Purmini Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga, bekerja sebagai pns

Menulis untuk mencurahkan rasa hati dan isi pikiran

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Mengapa Indonesia Gagal Memberantas Korupsi?

29 Januari 2025   12:11 Diperbarui: 29 Januari 2025   12:11 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar : Kompas.com/Nurwahidah)

Hampir 80 tahun Indonesia merdeka, tepatnya pada bulan Agustus 2025 yang akan datang, namun masih banyak PR yang belum selesai, salah satunya adalah pemberantasan korupsi.

Ditilik dari angka-angka statistik, semuanya masih jauh panggang dari api. 

1. Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2023.

Transparency International setiap tahun mengeluarkan angka Corruption Perception Indeks (CPI) atau yang dikenal dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) untuk mengukur risiko korupsi sektor publik di sebuah negara. Pada tahun 2023 IPK Indonesia di angka 34/100 dan menduduki ranking 115 dari 180 negara yang disurvey. Di kawasan Asean posisi Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, Timor Leste, Vietnam dan Thailand, setara dengan Filipina (34).

2. Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK)

Secara Nasional, pada tahun 2024 BPS melakukan survey Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK), dengan indikator survey berupa aspek persepsi dan aspek pengalaman, mencakup perilaku : penyuapan, gratifikasi, pemerasan, nepotisme dan 9 nilai antikorupsi.  Hasilnya adalah 3,85 dalam rentang nilai 1-5 (semakin tinggi nilai, semakin tinggi perilaku antikorupsi/semakin baik).  Nilai ini bahkan lebih rendah dari nilai tahun sebelumnya (2023) yang mencapai 3,92. Perolehan nilai 3,85 di tahun 2024 meleset dari target yang ditetapkan dalam RPJMN yaitu sebesar 4,14. Dalam 4 tahun terakhir nilai IPAK belum pernah mencapai target yang ditetapkan dalam RPJM. Nilai IPAK dari tahun 2020 sampai dengan 2024  berturut-turut adalah 3,84 (2020), 3,88 (2021), 3,93 (2022), 3,92 (2023) dan 3,85 (2024).  Sedangkan target RPJMN di tahun yang sama adalah 4,00 (2020), 4,03 (2021), 4,06 (2022), 4,09 (2023) dan 4,14 (2024).

3. Survey Penilaian Integritas (SPI)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar survey untuk mengetahui integritas secara nasional. Sasaran survey adalah dari kalangan internal pemerintah, eksternal pemerintah serta dari eksper. Dimensi yang dinilai ada 7 (tujuh) yaitu transparansi, integritas  tugas, perdagangan pengaruh (trading in influence), pengelolaan anggaran, pengelolaan SDM, pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) serta sosialisasi antikorupsi.

Hasil SPI tahun 2024 yang baru saja dirilis pada bulan Januari 2025 ini menunjukkan nilai integritas nasional mencapai 71,53. Mengalami kenaikan sebesar 0,56 dari tahun 2023 yang tercatat sebesar 70,97. Meskipun mengalami kenaikan angka ini sama-sama masih dalam kategori rentan, dengan memperhatikan kategori nilai : 0-72,9 (rentan), 73-77,9 (waspada) dan 78-100 (terjaga).

Merujuk pada angka-angka statistik di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia dapat dikatakan masih gagal. Masih banyak bidang yang harus dibenahi di sektor publik serta perlu dicari strategi jitu agar pemberantasan korupsi berhasil dengan baik. Bisa jadi strategi yang dirancang sudah baik, namun dari sisi implementasi  masih sangat kurang, belum sungguh-sungguh dan belum melibatkan berbagai pihak lainnya yang kompeten dan berwenang.

KPK sebagai salah satu lembaga yang ditunjuk untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi, telah memiliki strategi yang baik melalui trisula pemberantasan korupsi, yaitu pendidikan, pencegahan dan penindakan. Namun rupanya strategi ini belum dapat diimplementasikan dengan baik. Oleh karena itu harus dicari penyebab hakiki kegagalan implementasi. Selanjutnya dicarikan solusi sebagai alternatif pemecahan masalah agar penyebab kegagalan dapat diatasi dan diperbaiki.

Penyebab kegagalan dan alternatif solusi yang dapat dilakukan agar strategi trisula pemberantasan korupsi dapat diimplementasikan dan efektif dalam mengatasi korupsi di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Pendidikan 

Selama ini KPK berfokus pada peran serta masyarakat untuk menjadi penyuluh antikorupsi (Paksi) dan ahli pembangun integritas (API), yang menjadi salah satu program deputi pendidikan antikorupsi dengan terus mengembangkan Paksi dan API baik secara kuantitas maupun kualitas. Langkah ini sangat baik dan harus diapresiasi, sebab dengan semakin banyak dan meluas kegiatan penyuluhan semakin tertanam nilai-nilai integritas, tidak hanya di lingkungan birokrasi tetapi juga di masyarakat dan lembaga legislatif.

Namun KPK  belum sepenuhnya menggandeng dan bekerja sama dengan Kementerian yang membawahi pendidikan, kebudayaan serta pendidikan tinggi. Strategi pendidikan adalah level tertinggi dalam upaya pemberantasan korupsi, sebab tujuan strategi ini adalah agar setiap orang memahami budaya antikorupsi, memiliki integritas yang tinggi sehingga tidak mau korupsi dalam kondisi apapun.

Kita lihat fakta di lapangan, apakah sudah ada kurikulum antikorupsi yang komprehensif di semua tingkatan pendidikan. Apakah pendidikan kita sudah menyasar pada pembentukan karakter anak didik yang berintegritas, ataukah lebih mementingkan nilai-nilai di atas kertas?

Jika kita serius bahwa tujuan pendidikan bukan hanya menghasilkan anak-anak yang cerdas secara akademis, namun yang jauh lebih penting adalah anak-anak yang berintegritas,  memiliki karakter dan kepribadian tangguh. Pendidikan harus bisa menghasilkan anak-anak yang tahu adab, sopan santun dan akhlak, dapat membedakan dan memilih yang baik, yang dapat mengantri dengan sabar, yang menghormati hak-hak orang lain, yang tidak mau berbuat curang hanya untuk memperoleh nilai baik di atas kertas, yang tidak mau mengambil hak orang lain dan sederet sikap perilaku lainnya yang seharusnya tertanam pada diri setiap anak Indonesia. Kelak ketika anak-anak ini pada gilirannya menjadi pemimpin negeri ini, di setiap tingkatan pemerintahan, mereka sudah kuat dalam kepribadian dan tidak tergoda untuk melakukan korupsi.

Untuk mencapai hal tersebut, tentu harus direformulasikan kembali kurikulum pendidikan kita. Koordinasi, kerjasama, duduk bareng dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Dikti, para ahli pendidikan serta berbagai pihak terkait lainnya menjadi sangat penting untuk dilakukan.

2.Pencegahan 

Jika dalam strategi pendidikan tujuannya adalah orang tidak mau korupsi, maka tujuan strategi pencegahan adalah orang tidak bisa korupsi. Oleh karena itu pemerintah didorong melakukan digitalisasi, sehingga tidak lagi harus ada pertemuan antara pemberi layanan dan penerima layanan. Dengan demikian dapat meminimalisir terjadinya kolusi, atau deal-deal yang negatif, atau KKN pada umumnya. Digitalisasi telah dilakukan hampir dalam semua tata kelola pemerintahan, misalnya Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) RI untuk tata kelola keuangan, e-katalog, LPSE, e-proc untuk pengadaan barang/jasa, dan proses bisnis pemerintahan lainnya.

KPK juga melakukan  monitoring untuk langkah-langkah pencegahan korupsi yang harus dilakukan Pemda melalui program Monitoring Center for Preventian (MCP) KPK, dengan mendorong Pemda melakukan intervensi atau kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya korupsi pada 8 area titik rawan korupsi, yaitu Perencanaan, Penganggaran, Pengelolaan BMD, Pengelolaan SDM, Layanan Publik, Pengadaan Barang/Jasa, Optimalisasi Pajak Daerah serta Pengawasan APIP. 

Namun masih terdapat kelemahan dalam MCP KPK disebabkan sifatnya yang dokumen base. Bisa saja kondisi riil di lapangan tidak tersentuh atau masih bermasalah namun karena tersedia dokumen untuk diupload ke sistem, maka dianggap sudah memenuhi indikator yang dipersyaratkan dan diperoleh nilai maksimal. Untuk itu Tim MCP KPK juga melakukan kunjungan ke daerah untuk memastikan bahwa yang dilaporkan ke sistem adalah sama dengan yang terjadi di lapangan. 

Yang perlu diperbaiki ke depan adalah memastikan bahwa kondisi riil di lapangan benar-benar sudah dilakukan langkah-langkah pencegahan secara konkrit, bukan hanya di atas kertas. Hal ini juga terungkap dalam hasil SPI 2024 yang menyatakan bahwa langkah pencegahan yang dilakukan BELUM EFEKTIF. Jika dilihat sebagai contoh, nilai MCP KPK untuk rerata di Provinsi Jawa Barat adalah 91 dari nilai maksimal 100 (hijau), dengan nilai tertinggi diraih Pemerintah Provinsi sebesar 97 dan nilai terendah adalah Kabupaten Bekasi sebesar 81. Dengan nilai rerata tersebut artinya telah dilakukan langkah-langkah pencegahan korupsi di daerah meskipun belum maksimal, namun faktanya melihat hasil SPI tahun 2024 rerata Provinsi Jawa Barat adalah 69,75. KPK harus bisa memperbaiki sistem ataupun metodologi, yang bisa memastikan bahwa jika telah dilakukan langkah-langkah pencegahan tentu akan mendongkrak nilai SPI yang juga baik.

Satu hal lagi yang rasanya perlu  dilakukan KPK, bahwa MCP KPK hanya menyasar kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten, Kota. Sebaiknya dilakukan langkah-langkah serupa untuk Pemerintah Pusat di Kementerian dan Lembaga. Sebab jika melihat kasusnya korupsi besar-besaran juga terjadi di Kementerian dan Lembaga, yang bahkan nilainya sampai trilyunan rupiah.

3. Penindakan

Tujuan dari strategi penindakan adalah untuk memunculkan efek jera, agar pelaku korupsi tidak lagi melakukan korupsi dan yang yang lain, takut korupsi. Hal ini dapat dicapai dengan penegakan hukum yang tegas, tidak tebang pilih dan dengan sanksi hukuman pidana yang berat.

Kasus korupsi ada lagi dan ada lagi, bahkan dengan nilai yang dikorupsi semakin fantastis, menunjukkan tidak ada efek jera dan tidak ada rasa takut. Keterlibatan lembaga/oknum pegawai peradilan dalam pemberian hukuman yang rendah, menjadi "penyemangat" bagi koruptor untuk terus melakukan korupsi, sebab hukumannya bisa 'ditawar' mestinya dengan sejumlah imbal balik yang sepadan.

Ke depan, agar strategi ini efektif, harus benar-benar dilakukan penegakan hukum yang tegas, tidak pandang bulu, tidak tebang pilih, tidak tajam ke bawah tumpul ke atas dan pemberian hukuman yang setimpal dengan kejahatannya. Bukankah korupsi adalah kejahatan luar biasa? Maka hukuman pun harus luar biasa. Di Indonesia belum diterapkan hukuman mati bagi koruptor, maka bisa dicoba untuk hukuman seumur hidup bagi pelaku korupsi di atas 1 milyar ke atas misalnya. Silahkan para cerdik pandai, ahli di bidang hukum yang merumuskan sehingga memunculkan rasa keadilan bagi masyarakat. 

Jika langkah-langkah perbaikan di atas bisa dilakukan, bukan tidak mungkin Indonesia emas akan terwujud sesuai target waktu yang telah ditetapkan serta terwujud pula Indonesia yang bersih dan bebas dari KKN.

Salam integritas!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun