Mohon tunggu...
Ina Purmini
Ina Purmini Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga, bekerja sebagai pns

Menulis untuk mencurahkan rasa hati dan isi pikiran

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Tak Ada "Blue Fire", Edelweiss pun Bikin Jatuh Hati

8 Januari 2023   01:09 Diperbarui: 15 Januari 2023   12:25 1356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah diskusi berlima, semua ingin melihat kawah Ijen yang cantik, ingin melihat blue fire yang hanya ada 2 di dunia, diputuskanlah mendaki ke Ijen, namun sekuatnya si bungsu saja, melihat sikon dan tidak harus sampai puncak.

Dini hari tanggal 1 Januari 2023 pukul 02.30 WIB kami check out dari hotel menuju ke titik pendakian di Paltuding. Cuaca tidak begitu bersahabat karena hujan gerimis dan sedikit berkabut.

Kami berharap semakin siang cuaca akan cerah dan ketika sampai puncak kami bisa melihat blue fire yang bisa dinikmati sampai sebelum jam 05.00 pagi. Namun karena start kami agak kesiangan yaitu pukul 04.00 WIB, kami tidak berharap banyak bisa menyaksikan blue fire. 

Dari titik pendakian di Paltuding sekitar 1.800 mdpl sampai ke pos 1 dan 2 jalur tracking masih lebar dan bagus. Ada 7 pos yang harus dilalui sebelum sampai puncak. Semakin ke atas jalur tracking semakin sulit, semakin terjal, menyempit serta licin sebab gerimis dan hujan turun sehingga perlu kehati-hatian.

Apalagi jika berpapasan dengan pendaki yang turun dari puncak atau ojeg (ojeg berupa gerobak yang digunakan untuk membawa para pendaki yang kehabisan tenaga untuk naik atau turun gunung).

Di samping itu semakin ke atas juga semakin menyengat bau belerang, sehingga perlu memakai masker. Kami berhenti di pos 3 untuk shalat subuh sekitar pukul 05.00 WIB.

Ojeg gunug Ijen| Dokumentasi pribadi
Ojeg gunug Ijen| Dokumentasi pribadi

Semakin ke atas cuaca tidak semakin cerah tetapi justru semakin berkabut, namun kami tetap mendaki dengan harapan ketika sampai puncak matahari mulai bersinar nanti kabut akan sirna dan terlihat pemandangan awan gunung serta kawah yang indah.

Kami melakukan pendakian sekuatnya sebab ada pendaki pemula. Untuk saya dan suami, dulu saat kuliah merupakan anggota Mapala dan sering melakukan pendakian dan pendakian Gunung Ijen ini merupakan yang pertama kali setelah 28 tahun tidak pernah mendaki. 

Slow but sure, alon-alon waton klakon begitulah prinsipnya. Beristirahat sejenak jika kaki mulai terasa pegel dan nafas tersengal-sengal alias ngos-ngosan.

Pos demi pos kami lalui, tetap dengan semangat mencapai puncak. Sepanjang perjalanan kami menikmati keindahan yang bisa dilihat dan dirasakan. Rimbun hijau pepohonan, desau angin yang terdengar cukup kencang, rasa dingin yang menusuk, kabut yang semakin tebal, bahkan keluarnya uap dari mulut saat berbicara pun menjadi sesuatu yang menggembirakan bagi kami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun