Kamar Ani berada di samping dapur yang terhubung dengan halaman belakang rumah. Aku berjalan sambil membungkukan badan karena melewati para sesepuh yang sedang duduk untuk membungkus lemper di lantai.
Aku mengetuk pintu kamar Ani berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban. Khawatir terjadi sesuatu, aku pun mencoba masuk ke dalam tanpa menunggu jawaban lagi. Untung saja kekhawatiranku tidak terbukti. Di sana, aku melihat sepupuku itu sedang duduk di kasur sambil melihat ke arah luar jendela. Entah apa yang Ani pikirkan sehingga kedatanganku tak mampu membuyarkan lamunannya.
Aku masuk ke dalam, lalu menyentuh pergelangan tangannya.
Ani terlihat terkejut dengan kedatanganku. Ia memaksakan bibirnya untuk tersenyum meski rasanya sulit. Mata yang biasa berbinar itu seolah-olah redup tak bersisa. Aku tahu, perempuan di depannya ini sedang tidak baik-baik saja.
"Udah datang dari tadi, Mbak?"tanyanya sambil mempersilahkan aku duduk di sampingnya.
"Nggak sih barusan aja," jawabku yang ikutan melihat ke luar jendela. Di sana tidak ada apa-apa, hanya ada pohon jengkol yang terlihat kokoh dan berdaun lebat. "Kamu ngelamunin apa sih? Nervous ya besok mau menikah?" Godaku agar suasana mencair.
Ani menggeleng sekilas, lalu memalingkan lagi wajahnya lurus ke depan. "Gimana kuliah, Mbak? Lancar?"
Percakapan kami pun diawali dengan basa-basi. Ani bertanya tentang kesibukanku, sedangkan aku menayakan kesibukannya. Tahun ini, Ani baru naik kelas XI-SMA. Usia yang sangat muda untuk menikah. Namun di kampung halaman ayah, hal ini sudah lumrah terjadi. Entah menikah karena cinta, ataupun menikah karena terpaksa. Aku tak tahu, di antara dua alasan itu, Ani termasuk yang mana.
"Kuliah itu ... enak nggak, sih, Mbak?" tanya Ani tiba-tiba. Wajahnya sedikit berubah lebih cerah daripada pertama kali. Tiga kata itu seolah-olah membangkitkan semangatnya yang pudar.
"Ya ... gitu aja. Kadang seru, kadang boring," jawabku santai.
Ani menghembuskan napas panjang sebelum memejamkan matanya. "Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana rasanya di ospek oleh kakak tingkat, punya banyak teman, berdiskusi banyak hal, dan bertemu orang baru. Ah ... rasanya pasti menyenangkan."