Dukungan regulasi juga diperlukan. Pemerintah daerah bisa menginisiasi kebijakan yang mendukung ekosistem wisata halal, seperti sertifikasi halal untuk pelaku usaha, pelatihan bagi pemandu wisata, serta pembangunan infrastruktur yang ramah Muslim.Â
Studi tentang regulasi pariwisata menunjukkan bahwa kebijakan yang tepat dapat meningkatkan daya saing destinasi wisata secara signifikan (Dredge & Jenkins, 2011).
Peran Tenaga Pendamping Profesional (TPP) atau Pendamping Desa juga sangat penting dalam penataan wisata halal ini. TPP membantu penyusunan perencanaan strategis desa berbasis desa tematik, mendampingi masyarakat, serta memberikan pelatihan pengembangan wisata halal berbasis komunitas.
Kediri memiliki potensi besar menjadi model wisata halal berbasis komunitas. Dengan strategi yang tepat, desa ini bisa menjadi ikon baru yang memperkuat posisi Lombok sebagai pusat pariwisata halal dunia.
Menata wisata halal di Kota Santri bukan hanya tentang ekonomi, tetapi juga membangun pemahaman bahwa wisata berbasis nilai tidak harus eksklusif. Dengan pendekatan inklusif, inovatif, dan berkelanjutan, Kediri bisa menjadi percontohan pariwisata halal yang tetap selaras dengan budaya dan nilai lokal.
Potensi Wisata Halal di Kediri antara lain: Pondok Pesantren – Program live-in dan edukasi keislaman. Masjid Bersejarah – Destinasi wisata religi. Kuliner Halal – Makanan khas Lombok dalam konsep halal-friendly. Ekonomi Kreatif – Songkok haji, tenun Sasak, dan festival budaya. Digitalisasi – Promosi berbasis media sosial dan aplikasi wisata.
Dengan konsep wisata halal yang dikelola secara profesional dan partisipatif, Kediri tidak hanya akan menjadi destinasi yang menarik, tetapi juga menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat lokal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI