Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengurai Konflik, Menerapkan Sekolah Perjumpaan Pasca Pilkades

11 Januari 2025   12:51 Diperbarui: 11 Januari 2025   12:51 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosialisasi sekolah perjumpaan di Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat 19 Maret 2023 (sumber: facebook.com/OlahJumpa/?locale=id_ID)

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) seringkali meninggalkan konflik yang memecah warga desa. Ketegangan antarpendukung dan keretakan sosial menjadi persoalan besar. Potensi kekerasan kerap menghantui masa pasca-pemilihan, mengganggu harmoni masyarakat yang sebelumnya hidup dalam damai dan kebersamaan.

Sekolah Perjumpaan hadir sebagai inovasi sosial guna memulihkan hubungan masyarakat. Inisiatif ini menciptakan ruang dialog inklusif dan berkelanjutan. Di banyak tempat seperti di Lombok, pendekatan ini terbukti berhasil membangun harmoni, mendorong rekonsiliasi, dan memperkuat keutuhan sosial di desa-desa.

Apa Itu Sekolah Perjumpaan?

Sekolah Perjumpaan merupakan pendekatan berbasis pendidikan dan dialog untuk mengatasi konflik sosial. Konsep ini berlandaskan gagasan reconciliation dialogue (dialog untuk rekonsiliasi), yang sering digunakan dalam resolusi konflik di berbagai belahan dunia dengan hasil yang signifikan.

Program ini menawarkan ruang belajar bagi masyarakat yang terlibat konflik. Mereka diajak untuk saling mendengarkan, memahami perspektif satu sama lain, dan membangun kesepahaman baru yang berorientasi pada solusi bersama.

Sekolah Perjumpaan tidak hanya menangani konflik, tetapi juga memperkuat nilai-nilai kebersamaan. Hal ini diwujudkan melalui pemberdayaan masyarakat yang melibatkan perangkat desa, pemuda, perempuan, hingga tokoh adat setempat.

Melalui kegiatan yang dirancang, program ini menghidupkan kembali semangat gotong royong. Nilai tersebut sering kali tergerus akibat persaingan politik yang memecah belah masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari.

Manfaat Sekolah Perjumpaan akan dirasakan langsung oleh kepala desa. Keberhasilan program ini meningkatkan kredibilitas mereka di mata warga, sekaligus membuka peluang mempertahankan posisi di periode berikutnya.

Program ini juga akan membantu kepala desa menciptakan pemerintahan yang stabil dan efektif. Dengan melibatkan warga dalam pengambilan keputusan, warga akan merasa memiliki peran dalam membangun desa yang lebih baik.

Bagi warga, Sekolah Perjumpaan memulihkan hubungan yang retak.  Membangun jaringan sosial yang kuat, memperoleh keterampilan baru melalui pelatihan, serta berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup mereka.

Inspirasi dari Bangket Bilong, Lombok

Pada awal tahun 2015, sebuah kampung kecil di pinggiran Pulau Lombok dipilih sebagai basis eksperimen penerapan Sekolah Perjumpaan. Kampung tersebut bernama Bangket Bilong, yang merupakan bagian dari Desa Karang Bongkot, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat.

Program Sekolah Perjumpaan dirancang sebagai model pemulihan sosial bagi masyarakat yang menghadapi berbagai ketegangan sosial. Ketegangan tersebut meliputi konflik horizontal, seperti mesiat, yaitu bentuk perang menggunakan senjata tajam antar kelompok.

Hingga akhir tahun 2017, Sekolah Perjumpaan di Bangket Bilong telah berkembang pesat. Program ini berhasil menciptakan komunitas pembelajaran di 50 lokasi pada 20 desa yang tersebar di berbagai kabupaten di Nusa Tenggara Barat (Putrawan, 2018).

Diseminasi model ini bertujuan membentuk karakter masyarakat yang berkualitas. Fokus utamanya adalah mengedepankan nilai-nilai keterbukaan, toleransi, dan kesetaraan di tengah masyarakat yang sebelumnya mengalami konflik sosial yang cukup tajam.

Keberhasilan program ini di Bangket Bilong menjadi inspirasi bagi banyak desa lain di Indonesia. Pendekatan serupa mulai diadopsi untuk membangun kembali harmoni dan mewujudkan masyarakat yang damai, khususnya di daerah yang rawan konflik.

Peran Pendamping Desa

Pendamping desa memainkan peran kunci dalam keberhasilan Sekolah Perjumpaan. Mereka menjadi katalisator yang memastikan setiap tahapan program berjalan dengan lancar.

Tahap awal biasanya dimulai dengan pemetaan sosial guna memahami dinamika konflik. Pendamping desa juga dilatih menjadi fasilitator yang mampu menjaga suasana dialog tetap kondusif.

Dalam praktiknya, fasilitator Sekolah Perjumpaan desa Karang Bongkot memanfaatkan pendekatan partisipatif. Mereka melibatkan warga dalam perencanaan dan pelaksanaan program, sehingga masyarakat merasa memiliki proses tersebut.

Pendekatan ini mengacu pada prinsip community-driven development yang diterapkan di berbagai program pembangunan berbasis komunitas di Asia Tenggara (Sumber: World Bank, 2018).

Mengadopsi Praktik Global

Penerapan Sekolah Perjumpaan di Indonesia dapat belajar dari pengalaman serupa di negara lain. Di Rwanda, setelah genosida 1994, pemerintah dan organisasi non-pemerintah mengembangkan program Gacaca Courts.

Program ini mempertemukan korban dan pelaku untuk berdialog dan mencari solusi bersama. Meskipun berfokus pada keadilan transisi, pendekatan ini menekankan pentingnya dialog dalam memulihkan hubungan sosial.

Di Kolombia, program Escuelas de Perdn y Reconciliacin (Sekolah Pengampunan dan Rekonsiliasi) juga menjadi model inspiratif. Program ini menggunakan teknik psikososial untuk membantu masyarakat yang terlibat konflik bersenjata kembali membangun kehidupan bersama.

Pendekatan berbasis empati terbukti memberikan hasil positif, seperti penurunan tingkat kekerasan di wilayah yang rawan konflik. Ini menunjukkan bahwa pendekatan empati mampu menciptakan pemahaman yang lebih baik antar individu dan kelompok, sehingga mengurangi ketegangan. Menurut Peace Research Institute Oslo (2019), implementasi strategi ini berperan signifikan mengurangi eskalasi konflik.

Membangun Sekolah Perjumpaan di Desa

Untuk membangun Sekolah Perjumpaan di desa, diperlukan beberapa langkah strategis. Pertama, pemerintah desa perlu menetapkan komitmen untuk mendukung program ini sebagai bagian dari agenda pembangunan sosial. Dukungan anggaran melalui Dana Desa atau kemitraan dengan organisasi masyarakat sipil dapat menjadi langkah awal yang konkret.

Kedua, pelatihan fasilitator lokal sangat penting. Pendamping desa dan tokoh masyarakat perlu dibekali kemampuan mediasi konflik, manajemen emosi, dan teknik fasilitasi dialog. Pelatihan ini dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan tinggi atau organisasi yang memiliki keahlian di bidang resolusi konflik.

Ketiga, desain program harus inklusif dan berkelanjutan. Kegiatan seperti lokakarya, pelatihan keterampilan, hingga kegiatan kolaboratif dapat menjadi bagian dari kurikulum Sekolah Perjumpaan. Fokusnya tidak hanya pada penyelesaian konflik, tetapi juga pada penguatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi tantangan bersama di masa depan.

Tantangan dan Peluang

Meski memiliki banyak kelebihan, penerapan Sekolah Perjumpaan juga menghadapi tantangan. Salah satu kendala utama adalah resistensi dari kelompok tertentu yang merasa dirugikan, misalnya dalam proses Pilkades. Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia dan finansial sering kali menjadi hambatan dalam implementasi program.

Namun, peluang memperluas model ini sangat besar. Keberhasilan di desa seperti Bangket Bilong menunjukkan bahwa dengan pendekatan yang tepat, Sekolah Perjumpaan dapat menjadi alat yang efektif guna membangun kembali kepercayaan dan solidaritas di tingkat komunitas.

---

Sekolah Perjumpaan merupakan harapan baru bagi desa-desa yang ingin bangkit dari konflik pasca-Pilkades. Dengan memadukan nilai-nilai lokal dan praktik global, model ini dapat menjadi inspirasi bagi pengelolaan konflik yang lebih humanis dan berkelanjutan. Tidak hanya menciptakan perdamaian, Sekolah Perjumpaan juga menghidupkan kembali semangat kebersamaan yang menjadi akar budaya bangsa kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun