Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tes Ombak PPN 12 Persen, antara Realitas dan Respon Masyarakat

1 Januari 2025   19:46 Diperbarui: 3 Januari 2025   10:44 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati membuka perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (2/1/2025). (Foto: KOMPAS.com/ AGUSTINUS RANGGA RESPATI via kompas.com)

Di pagi pertama tahun 2025 ini cukup istimewa, kabar menggembirakan datang bagi masyarakat Indonesia. Pemerintah membatalkan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen untuk semua barang dan jasa. 

Meski sebelumnya telah diumumkan kenaikan itu akan berlaku mulai 1 Januari, Presiden Prabowo Subianto akhirnya memutuskan hanya memberlakukannya untuk barang dan jasa mewah, seperti pesawat jet pribadi, kapal pesiar, yacht, serta hunian mewah bernilai di atas Rp30 miliar. 

Apa sebenarnya yang melatarbelakangi keputusan ini, dan bagaimana dampaknya di lapangan?

Desakan masyarakat terhadap rencana kenaikan PPN ini begitu masif. Dari media sosial hingga grup-grup percakapan daring, kritik mengalir deras. Meme yang mengolok-olok kebijakan ini pun bertebaran, menambah tekanan psikologis bagi pemerintah. 

Dalam lanskap politik yang belum genap 100 hari masa pemerintahan Prabowo-Gibran, langkah menaikkan pajak untuk semua barang dan jasa terasa seperti langkah yang terlalu berisiko. 

Banyak pihak menduga bahwa kebijakan awal tersebut hanyalah “tes ombak” untuk mengukur reaksi publik (KAMMI Pusat, 2025).

Efek berantai dari wacana kenaikan ini telah lebih dulu terasa di pasar. Sebelum Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur teknis pemberlakuan PPN 12 persen dirilis, harga sejumlah barang dan jasa di pasaran sudah merangkak naik. 

Di grup WhatsApp para pelaku usaha, laporan kenaikan harga bahan pokok, terutama cabai, mencapai lonjakan hingga Rp50 ribu per kilogram. 

Fenomena ini memperlihatkan bagaimana kebijakan pajak sering kali memiliki dampak psikologis yang mendahului penerapannya.

Keputusan untuk tidak menaikkan PPN bagi barang dan jasa umum seharusnya disambut baik. Ini memberikan sedikit ruang bernapas bagi masyarakat yang masih bergulat dengan pemulihan ekonomi pascapandemi. 

Seperti pepatah lama yang mengatakan, “puncak gunung es sering kali menyembunyikan dasar yang lebih besar,” keputusan ini bisa jadi hanya penundaan. Peluang kenaikan PPN untuk semua barang dan jasa di masa depan tetap menganga lebar.

Pemerintah memiliki argumen yang kuat menaikkan PPN, terutama untuk menutup defisit fiskal dan mendanai program-program prioritas. Dalam beberapa tahun terakhir, penerimaan pajak terus menjadi andalan menopang APBN.  

Pada saat yang sama, pemerintah juga harus berhati-hati agar kebijakan fiskal tidak menjadi bumerang bagi daya beli masyarakat. Ketika pajak dinaikkan, daya beli cenderung melemah, yang pada akhirnya justru dapat menekan penerimaan pajak itu sendiri (Stiglitz, 2020).

Lonjakan harga di pasar pasca-wacana kenaikan PPN ini menjadi indikator penting. Fenomena tersebut mengisyaratkan bagaimana ekspektasi pasar dapat memengaruhi harga barang, bahkan sebelum kebijakan resmi diterapkan. Bagi para pelaku usaha, ketidakpastian ini menjadi tantangan tersendiri. 

Beberapa pelaku usaha kecil dan menengah mengaku telah mempersiapkan penyesuaian harga. Dengan keputusan pemerintah yang berubah di injury time, mereka kembali dihadapkan pada dilema: apakah harga baru tetap diberlakukan atau ditahan sementara waktu?

Di sisi lain, kenaikan PPN untuk barang dan jasa mewah dapat dilihat sebagai langkah kompromis. Langkah ini menunjukkan upaya pemerintah menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal dan keadilan sosial. 

Barang-barang mewah, seperti kapal pesiar dan jet pribadi, memang menjadi simbol kemewahan yang hanya dapat diakses oleh segelintir masyarakat. 

Dengan membidik objek pajak semacam ini, pemerintah dapat meningkatkan penerimaan pajak tanpa membebani mayoritas rakyat. Langkah ini tetap memerlukan pengawasan ketat agar tidak menimbulkan celah penghindaran pajak.

Namun demikian, masyarakat tetap harus waspada. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa keputusan-keputusan yang tampaknya menguntungkan masyarakat sering kali diikuti oleh langkah-langkah lanjutan yang membebani. 

Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi orang-orang di desa yang sebagian besar pendapatannya bergantung pada sektor pertanian dan usaha mikro. 

Kenaikan pajak untuk barang dan jasa mewah, misalnya, dapat memicu efek domino pada harga barang lainnya, termasuk pupuk dan alat-alat produksi. 

Biaya logistik yang meningkat juga dapat berdampak langsung pada harga barang kebutuhan pokok di desa. Begitu pula dengan sektor jasa seperti pengangkutan hasil panen, yang menjadi lebih mahal dan menekan keuntungan petani.

Sementara itu, kondisi pasar menunjukkan dinamika yang cukup kompleks. Meski pemerintah membatalkan kenaikan PPN untuk barang dan jasa umum, sejumlah harga kebutuhan pokok tetap merangkak naik. 

Agenda tutup kas APBN Tahun 2024 (sumber: Instagram Sri Mulyani)
Agenda tutup kas APBN Tahun 2024 (sumber: Instagram Sri Mulyani)

Hal ini menunjukkan bahwa pasar tidak sepenuhnya merespons kebijakan fiskal secara linier. Faktor lain, seperti distribusi barang, musim, dan ekspektasi inflasi, turut memengaruhi harga di lapangan.

Kebijakan fiskal yang stabil dan dapat diprediksi menjadi kunci menjaga keseimbangan ekonomi. Dalam hal ini, pemerintah perlu belajar dari pengalaman. 

Kebijakan yang berubah-ubah tidak hanya menciptakan ketidakpastian bagi masyarakat, tetapi juga menghambat perencanaan bisnis. 

Untuk itu, komunikasi kebijakan yang transparan dan berbasis data menjadi sangat penting. Dengan cara ini, pemerintah dapat membangun kepercayaan publik sekaligus meminimalkan dampak negatif dari kebijakan yang diambil.

Di tengah dinamika ini, pertanyaan besar tetap menggantung: apakah pemerintah benar-benar akan menahan kenaikan PPN untuk barang dan jasa umum, atau ini hanya penundaan sementara? 

Sejarah kebijakan fiskal menunjukkan bahwa kenaikan pajak sering kali datang dalam bentuk yang lebih terukur dan bertahap. Oleh karena itu, masyarakat perlu tetap kritis dan aktif memantau perkembangan kebijakan ini.

Bagi pelaku usaha, terutama yang bergerak di sektor barang dan jasa kebutuhan pokok, fleksibilitas menjadi kunci. 

Hal ini juga berlaku bagi masyarakat desa yang mayoritas bergantung pada sektor pertanian dan usaha kecil. Mereka perlu mempersiapkan skenario terbaik dan terburuk, seperti potensi kenaikan biaya produksi akibat kebijakan fiskal. 

Dalam konteks ini, kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta menjadi sangat penting, termasuk dalam menyediakan akses subsidi atau insentif bagi pelaku usaha desa. 

Pendekatan yang kolaboratif, dampak dari kebijakan fiskal dapat diminimalkan, sekaligus memastikan keberlanjutan ekonomi di desa dan kota.

Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan PPN menjadi semacam “kado tahun baru” bagi masyarakat. Euforia ini tidak boleh membuat kita lengah. Kenaikan pajak tetap menjadi kemungkinan yang nyata, baik karena kebutuhan fiskal maupun tekanan eksternal. 

Karenanya, masyarakat harus tetap waspada dan bijak dalam merespons setiap kebijakan baru yang muncul. 

Sebagai penutup, kebijakan fiskal yang baik adalah kebijakan yang tidak hanya mempertimbangkan angka-angka di atas kertas, tetapi juga dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun