Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tes Ombak PPN 12 Persen, antara Realitas dan Respon Masyarakat

1 Januari 2025   19:46 Diperbarui: 3 Januari 2025   10:44 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati membuka perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (2/1/2025). (Foto: KOMPAS.com/ AGUSTINUS RANGGA RESPATI via kompas.com)

Seperti pepatah lama yang mengatakan, “puncak gunung es sering kali menyembunyikan dasar yang lebih besar,” keputusan ini bisa jadi hanya penundaan. Peluang kenaikan PPN untuk semua barang dan jasa di masa depan tetap menganga lebar.

Pemerintah memiliki argumen yang kuat menaikkan PPN, terutama untuk menutup defisit fiskal dan mendanai program-program prioritas. Dalam beberapa tahun terakhir, penerimaan pajak terus menjadi andalan menopang APBN.  

Pada saat yang sama, pemerintah juga harus berhati-hati agar kebijakan fiskal tidak menjadi bumerang bagi daya beli masyarakat. Ketika pajak dinaikkan, daya beli cenderung melemah, yang pada akhirnya justru dapat menekan penerimaan pajak itu sendiri (Stiglitz, 2020).

Lonjakan harga di pasar pasca-wacana kenaikan PPN ini menjadi indikator penting. Fenomena tersebut mengisyaratkan bagaimana ekspektasi pasar dapat memengaruhi harga barang, bahkan sebelum kebijakan resmi diterapkan. Bagi para pelaku usaha, ketidakpastian ini menjadi tantangan tersendiri. 

Beberapa pelaku usaha kecil dan menengah mengaku telah mempersiapkan penyesuaian harga. Dengan keputusan pemerintah yang berubah di injury time, mereka kembali dihadapkan pada dilema: apakah harga baru tetap diberlakukan atau ditahan sementara waktu?

Di sisi lain, kenaikan PPN untuk barang dan jasa mewah dapat dilihat sebagai langkah kompromis. Langkah ini menunjukkan upaya pemerintah menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal dan keadilan sosial. 

Barang-barang mewah, seperti kapal pesiar dan jet pribadi, memang menjadi simbol kemewahan yang hanya dapat diakses oleh segelintir masyarakat. 

Dengan membidik objek pajak semacam ini, pemerintah dapat meningkatkan penerimaan pajak tanpa membebani mayoritas rakyat. Langkah ini tetap memerlukan pengawasan ketat agar tidak menimbulkan celah penghindaran pajak.

Namun demikian, masyarakat tetap harus waspada. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa keputusan-keputusan yang tampaknya menguntungkan masyarakat sering kali diikuti oleh langkah-langkah lanjutan yang membebani. 

Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi orang-orang di desa yang sebagian besar pendapatannya bergantung pada sektor pertanian dan usaha mikro. 

Kenaikan pajak untuk barang dan jasa mewah, misalnya, dapat memicu efek domino pada harga barang lainnya, termasuk pupuk dan alat-alat produksi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun