Walaupun kebutuhan sekunder sebagai pendamping desa jarang dapat terpenuhi, kecuali mengandalkan pembiayaan pihak ketiga, tapi upaya untuk menyeimbangkan anggaran tetap menjadi prioritas utama.
Efisiensi pengeluaran menjadi langkah strategis. Sebagai contoh, membeli barang dalam jumlah besar sering kali menjadi pilihan tepat untuk mengurangi frekuensi belanja. Selain menghemat biaya transportasi, langkah ini juga memungkinkan mendapatkan harga grosir yang lebih ekonomis.Â
*(Perlu diperhatikan bahwa pembelian dalam jumlah besar harus disesuaikan dengan kebutuhan agar tidak memicu pemborosan yang justru menjadi kontraproduktif).
Sebagai referensi, penelitian dalam buku Economics of Household Behavior (Varian, 2018) menyebutkan bahwa rumah tangga yang secara konsisten menyusun anggaran dan memprioritaskan kebutuhan pokok cenderung lebih tangguh menghadapi gejolak ekonomi.Â
Di Indonesia, model ini juga relevan, khususnya bagi keluarga dengan pendapatan tetap yang terpapar kebijakan fiskal baru.
Mengurangi pengeluaran pada aspek tertentu juga menjadi kunci. Misalnya, kebutuhan hiburan dialihkan ke opsi yang lebih murah, seperti menikmati kegiatan outdoor atau memanfaatkan fasilitas gratis yang tersedia di lingkungan sekitar.
Selain itu, masyarakat bisa mulai mempertimbangkan konsumsi barang lokal untuk menggantikan produk impor yang harganya relatif lebih mahal. Langkah ini, selain membantu penghematan, juga mendukung perekonomian desa yang berkontribusi pada keberlanjutan ekonomi nasional.
Namun, tantangan tidak hanya datang dari sisi pengeluaran. Pendapatan juga menjadi isu krusial, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor informal.Â
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pekerja sektor informal di Indonesia mencapai lebih dari 60 persen pada 2024. Dengan kondisi ini, ketidakpastian pendapatan menjadi salah satu masalah utama yang harus diatasi.
Salah satu cara untuk menstabilkan pendapatan adalah melalui diversifikasi sumber penghasilan. Sebagai contoh, beberapa desa di Lombok Barat, para petani berhasil mengembangkan usaha pengolahan hasil panen menjadi produk olahan seperti keripik singkong, yang kini dipasarkan secara lokal.
Bagi masyarakat desa, peluang ini dapat dimanfaatkan melalui pengelolaan potensi lokal, seperti pengembangan usaha berbasis pertanian, kerajinan, atau wisata desa.Â