Sebagai negara dengan tingkat ketimpangan ekonomi yang cukup tinggi, dampak dari kebijakan ini tidak bisa dilepaskan dari struktur sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Masyarakat desa, yang mayoritas berada di desil 1 hingga 4 menurut pembagian tingkat pendapatan, sangat rentan terhadap kebijakan yang meningkatkan biaya hidup, bahkan jika itu secara tidak langsung.
Desil adalah alat statistik yang membagi populasi ke dalam 10 kelompok berdasarkan tingkat pendapatan. Desil 1 mencakup 10 persen penduduk berpendapatan terendah, sementara desil 10 mencakup mereka yang berpendapatan tertinggi (BPS, 2020).
Dalam konteks ini, kenaikan pajak yang secara langsung menyasar desil 9 dan 10 tidak serta-merta meningkatkan kesejahteraan bagi desil 1 hingga 4. Argumen pemerintah bahwa kebijakan ini didasarkan pada azas gotong royong memang terdengar logis.
Namun, tanpa distribusi ulang hasil pajak yang konkret ke desa-desa, kebijakan ini bisa kehilangan maknanya. Seperti yang dikatakan oleh T.H. Marshall dalam tulisannya tentang kewarganegaraan dan kesejahteraan sosial, keadilan sosial hanya bisa terwujud jika sumber daya yang diambil dari kelompok kaya benar-benar dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok miskin (Marshall, 1950).
Masyarakat desa memerlukan kejelasan tentang bagaimana hasil pajak yang meningkat ini akan digunakan. Salah satu bidang yang bisa diperhatikan adalah infrastruktur dasar, seperti jalan, listrik, dan jaringan internet.
Desa-desa di pelosok sering kali menghadapi keterbatasan akses terhadap fasilitas ini, yang menghambat pertumbuhan ekonomi lokal. Jika dana pajak dapat dialokasikan untuk memperbaiki infrastruktur ini, maka kenaikan pajak bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa.
Selain itu, program subsidi langsung bagi desa-desa miskin juga perlu diperkuat. Program seperti Dana Desa dan Bantuan Langsung Tunai Desa (BLT Desa) telah terbukti membantu masyarakat desa menghadapi berbagai tantangan ekonomi. Dengan tambahan dana dari kenaikan pajak, pemerintah memiliki kesempatan untuk meningkatkan efektivitas program-program tersebut (World Bank, 2022).
Kebijakan perpajakan seperti ini juga harus disertai dengan upaya mendidik masyarakat desa tentang hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara. Banyak masyarakat desa yang tidak memahami bagaimana pajak yang mereka bayarkan, secara langsung maupun tidak langsung, berdampak pada kehidupan mereka. Pendidikan publik yang baik dapat membantu menciptakan rasa kepercayaan dan partisipasi masyarakat dalam mendukung kebijakan pemerintah.
Dalam jangka panjang, keberhasilan kebijakan kenaikan pajak ini bergantung pada sejauh mana pemerintah mampu menciptakan narasi keadilan sosial yang dapat diterima oleh semua pihak. Jika masyarakat desa hanya merasakan beban tanpa manfaat yang jelas, kebijakan ini akan dianggap sebagai bentuk ketidakadilan baru.
Jika pemerintah dapat membuktikan bahwa hasil pajak ini digunakan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat miskin, maka kebijakan ini memiliki potensi untuk menciptakan perubahan yang signifikan.
Dari pelosok desa, harapan tetap hidup. Masyarakat desa tidak menolak kebijakan yang sulit selama mereka merasa diperhatikan. Kenaikan pajak untuk kelompok kaya dapat menjadi langkah awal menuju keadilan sosial. Dengan catatan, langkah ini harus diikuti dengan keberanian untuk mendistribusikan hasil pajak secara adil dan merata. Tanpa itu, reformasi perpajakan hanya akan menjadi mimpi yang tertunda.