Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 membuka babak baru dalam reformasi perpajakan di Indonesia. Kebijakan ini, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), ditujukan untuk meningkatkan penerimaan negara.
Fokus utama penerapan pajak ini adalah barang dan jasa mewah yang dikonsumsi oleh masyarakat mampu, seperti bahan makanan premium, layanan kesehatan eksklusif, pendidikan premium, dan listrik untuk rumah tangga berdaya tinggi (Kompas, 16/12/2024). Namun, sejauh mana dampak kebijakan ini terasa di desa-desa yang jauh dari pusat kekuasaan?
Pemerintah menjelaskan bahwa barang kebutuhan pokok yang rinciannya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020 tidak akan terkena kenaikan tarif ini. Pernyataan ini mungkin menenangkan sebagian pihak.
Kenyataan di lapangan—terutama di desa, menunjukkan bahwa dampak kenaikan pajak tidak selalu bersifat langsung. Desa-desa, yang umumnya berada dalam strata ekonomi rendah hingga menengah, dapat merasakan tekanan dari kebijakan ini melalui mekanisme tidak langsung.
Sebagai ilustrasi, harga barang premium yang meningkat dapat memengaruhi rantai pasok hingga tingkat paling bawah. Misalnya, pedagang kecil di desa yang mengambil barang dari kota akan menghadapi biaya tambahan karena tingginya tarif pajak pada bahan makanan premium.
Meski barang kebutuhan pokok tidak dikenakan pajak, biaya distribusi yang terpengaruh oleh kenaikan ini dapat merembet hingga ke desa-desa. Efek ini sering kali disebut sebagai “spillover taxation” dalam literatur ekonomi (Stiglitz, 2012).
Selain itu, layanan kesehatan premium yang dikenakan tarif baru turut memengaruhi kualitas layanan di daerah. Banyak rumah sakit di kota besar yang menjadi rujukan warga desa untuk kebutuhan medis tingkat lanjut menyediakan fasilitas yang masuk kategori premium.
Dengan adanya pajak tambahan, biaya yang harus dibayar oleh pasien, termasuk mereka yang berasal dari desa, kemungkinan besar akan meningkat. Beban ini terasa berat, terutama bagi masyarakat desa yang kerap mengandalkan bantuan dari keluarga besar atau patungan masyarakat untuk membayar biaya medis (BPS, 2020).
Kenaikan PPN juga dapat memengaruhi pendidikan di daerah pedesaan. Lembaga pendidikan swasta yang dianggap premium sering kali menjadi pilihan bagi masyarakat desa yang ingin memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak mereka.
Dengan kenaikan pajak, biaya pendidikan ini berpotensi naik, menyulitkan keluarga-keluarga yang sudah berjuang keras untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka. Data dari Bank Dunia (2021) menunjukkan bahwa pengeluaran untuk pendidikan di Indonesia telah menjadi salah satu pengeluaran terbesar bagi rumah tangga, terutama di daerah pedesaan.