Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Cahaya di Lingkar Kabut (6)

20 Oktober 2024   05:03 Diperbarui: 20 Oktober 2024   06:02 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: https://www.bing.com/images/create/)

-----Sebelumnya Cahaya di Lingkar Kabut Bagian 1 | Bagian 2 | Bagian 3 | Bagian 4 | Bagian 5 

Pengacara itu menghela napas panjang. "Kami sedang menyelidikinya. Nama saksi itu muncul dalam dokumen awal penyelidikan, namun entah bagaimana, ketika kasus Anda disidangkan, ia tidak pernah dipanggil."

Pikiran Hendra berputar cepat, mencoba mengingat detail-detail kecil dari persidangannya yang berlangsung penuh ketegangan. Ia ingat banyak hal yang terasa janggal, terutama kesaksian-kesaksian yang dihadirkan hanya untuk memperkuat tuduhan terhadapnya, sementara bukti yang ia harapkan justru hilang begitu saja. Namun, siapa saksi kunci ini?

"Saya belum bisa menyebutkan namanya sekarang," lanjut pengacara itu, "Tapi kami akan segera memanggilnya dalam sidang peninjauan kembali. Jika saksi ini dapat memberikan kesaksian yang benar, maka peluang Anda untuk bebas cukup besar."

Mendengar itu, Hendra merasakan harapan baru menyala di dadanya. Ia sudah lama berada di titik terendah hidupnya, namun kini, ada secercah cahaya di ujung lorong gelap.

"Tapi ingat, ini masih proses panjang," pengacara itu memperingatkan. "Banyak hal yang bisa berubah, terutama dengan orang-orang seperti Arman di luar sana yang masih punya pengaruh. Mereka tak akan tinggal diam begitu saja."

Nama Arman membuat jantung Hendra berdegup kencang. Ia tahu bahwa kebebasan bukan hanya soal membuktikan dirinya tidak bersalah, tetapi juga harus berhadapan kembali dengan musuh lamanya, yang entah apa rencana selanjutnya. Arman pasti akan melakukan segala cara untuk menghancurkannya.

Setelah pertemuan itu, Hendra kembali ke selnya dengan pikiran yang berputar. Malam itu, ia tidak bisa tidur. Di satu sisi, ia penuh harapan bahwa keadilan akhirnya bisa ditegakkan, namun di sisi lain, ia merasakan bahaya yang semakin dekat. Jika saksi kunci ini muncul, apa yang akan dilakukan oleh orang-orang yang selama ini berusaha menyingkirkannya? Apakah hidupnya benar-benar akan berubah?

Keesokan harinya, kabar tentang peninjauan kembali Hendra mulai menyebar di lapas. Burhan, sahabat lamanya yang kini selalu di sisinya, memberikan dukungan moral. "Hei, kalau itu beneran terjadi, kau bisa keluar dari sini. Tapi hati-hati, Hendra. Banyak orang di luar sana yang nggak suka kau dapat kesempatan ini."

Hendra hanya bisa mengangguk. Ia tahu bahwa langkah berikutnya akan sangat krusial. Mungkinkah ia benar-benar bisa membersihkan namanya, atau semua ini hanya jebakan lain yang dirancang oleh musuh-musuhnya?

Namun satu hal yang membuatnya tetap bertahan adalah keyakinan bahwa kebenaran, seberapa pun sulitnya, pasti akan terungkap. Sekarang, Hendra hanya bisa menunggu dan melihat bagaimana nasibnya akan berubah dalam waktu dekat.

Dan di luar sana, di luar tembok-tembok penjara, kekuatan yang selama ini menentangnya mungkin sedang merencanakan sesuatu. Arman, yang pernah terjerat kasus korupsi namun lolos dengan mudah, pasti tidak akan membiarkan Hendra bebas begitu saja. Kabar tentang saksi kunci yang tiba-tiba muncul bisa saja menjadi alasan bagi Arman dan para sekutunya untuk kembali menutup mulut.

Namun siapa saksi kunci itu? Dan mengapa ia tidak dihadirkan sebelumnya? Apakah ada konspirasi yang lebih besar dari yang Hendra bayangkan selama ini?

Semua ini masih menjadi misteri. Hendra tahu bahwa perjalanannya belum berakhir.

-----

Beberapa minggu setelah pengacara pengadilan memberi tahu tentang peninjauan kembali, kehidupan Hendra di dalam penjara terasa seperti berjalan lambat, namun penuh ketegangan. Setiap malam dia terjaga, merenungi semua hal yang telah menimpanya. Di satu sisi, ia menunggu sidang yang dijanjikan. Di sisi lain, ia tak bisa berhenti memikirkan siapa saksi kunci yang disebut-sebut oleh pengacaranya. Semua pertanyaan itu seperti kabut gelap yang menyelubungi pikirannya, tapi dia tahu, harapan masih ada.

Suatu hari, seorang petugas lapas datang ke selnya dan memanggilnya. "Hendra, ada seseorang ingin bertemu denganmu," katanya. Hendra mengernyitkan dahi, merasa tak ada lagi yang akan menjenguknya selain Burhan, yang selalu ada di sekitarnya. Tapi kali ini, rasa penasaran menyelimuti pikirannya.

Ia dibawa ke ruang kunjungan, dan begitu tiba, ia melihat sosok yang familiar, berdiri dengan pakaian rapi dan wajah tegang. Mata Hendra membelalak. Itu Arman.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Hendra dengan nada tajam, ketidakpercayaan tergambar jelas di wajahnya.

Arman tersenyum tipis, sebuah senyum yang tak menyimpan kebaikan apa pun. "Aku hanya ingin memberimu salam perpisahan, Hendra. Waktu kau di luar sudah selesai."

Hendra menatapnya dengan tatapan bingung. "Apa maksudmu?"

"Kau pikir permohonan PK-mu itu benar-benar akan mengubah segalanya? Kau pikir dengan seorang saksi kunci, kau bisa bebas begitu saja? Hendra, kau masih belum paham, bukan? Dunia ini bukan tentang siapa yang benar dan siapa yang salah, melainkan tentang siapa yang memiliki kekuasaan." Arman mencondongkan tubuhnya ke depan, suaranya semakin rendah, tapi penuh ancaman. "Dan kekuasaan itu ada di tanganku."

Hendra mencengkeram kursinya, berusaha menjaga agar kemarahannya tidak meledak di sana. "Aku akan membuktikan kebenaran. Apa pun yang kau lakukan, aku tak akan menyerah."

Arman tertawa kecil. "Buktikanlah. Lihat saja berapa lama lagi kau bisa bertahan. Dan kau tahu? Ada yang lebih menarik dari sekadar kebebasanmu." Dia berdiri, menepuk bahu Hendra dengan sinis. "Saksi kunci itu... mungkin tidak akan pernah sampai ke ruang sidang."

Ucapan Arman membuat darah Hendra mendidih. "Apa maksudmu?"

"Sederhana saja," jawab Arman, dengan suara yang penuh kepastian. "Saksi itu... mungkin sudah hilang." Dia menatap Hendra sejenak sebelum melangkah pergi, meninggalkan Hendra dengan kepala penuh pertanyaan yang menambah kegalauan hatinya.

---Bersambung 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun