Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Beryn, lahir di Pulau Seribu Masjid, saat ini mengabdi pada desa sebagai TPP BPSDM Kementerian Desa dengan posisi sebagai TAPM Kabupaten. Sebelumnya, ia aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi. Beryn memiliki minat pada isu sosial, budaya, dan filsafat Islam. Saat kuliah, Beryn pernah mencoba berbagai aktivitas umumnya seperti berorganisasi, bermain musik, hingga mendaki gunung, meskipun begitu satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya adalah menikmati secangkir kopi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dilema Tenaga Kontrak Bernama Pendamping Desa

19 Oktober 2024   08:22 Diperbarui: 19 Oktober 2024   08:27 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serba seadanya dengan tuntutan harus tetap profesional. (sumber: dokpri)

Biaya yang dikeluarkan seringkali melebihi gaji bulanan mereka, sementara masa berlaku sertifikasi hanya dua tahun. Setelah itu, mereka harus memperbarui sertifikasi dengan biaya yang sama atau bahkan mungkin lebih tinggi.

Bagi pendamping yang penghasilannya terbatas, hal ini menjadi tantangan berat. Kondisi ini menciptakan ketidakadilan di kalangan pendamping desa, di mana mereka yang memiliki kemampuan finansial lebih baik dapat dengan mudah memperbarui sertifikat dan memastikan kelangsungan karir mereka, sementara yang lain harus bergelut dengan pilihan sulit: antara melanjutkan profesi tanpa sertifikasi atau mencari pekerjaan lain yang lebih menjanjikan stabilitas.

Dengan pergantian pimpinan di kementerian, muncul pertanyaan besar di kalangan pendamping desa: apakah Menteri yang baru akan mengubah kebijakan terkait sertifikasi ini? Spekulasi bahwa kebijakan sertifikasi bisa dihapus atau dimodifikasi demi menyesuaikan “gerbong” baru menjadi bahan perbincangan hangat. 

Jika benar, hal ini bisa menjadi sinyal positif bagi sebagian pendamping yang merasa terbebani oleh biaya sertifikasi. Namun, bagi mereka yang telah berinvestasi dalam sertifikasi, kebijakan ini tentu akan mengecewakan.

Di sinilah letak dilema besar yang dihadapi oleh pendamping desa saat ini. Di satu sisi, mereka dihadapkan pada kebijakan yang mensyaratkan peningkatan kompetensi melalui sertifikasi, tetapi di sisi lain, ketidakpastian politik dan kebijakan yang terus berubah membuat mereka ragu-ragu untuk berinvestasi lebih jauh dalam profesi ini. Apakah sertifikasi yang telah diperjuangkan akan tetap berlaku ataukah kebijakan ini akan dihapus di bawah pimpinan yang baru?

Untuk mengatasi ketidakpastian ini, perlu ada solusi yang jelas dari negara. Pertama, pemerintah perlu memberikan jaminan yang lebih kuat terkait status tenaga pendamping desa. Kontrak tahunan yang saat ini berlaku seharusnya dievaluasi, dan mungkin diganti dengan kontrak yang lebih panjang atau status kepegawaian yang lebih stabil, sehingga para pendamping desa bisa bekerja tanpa rasa was-was setiap tahun.

Kedua, terkait sertifikasi, pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh pendamping desa, baik PLD, PD, maupun TA, mendapatkan akses yang adil untuk memperoleh sertifikasi tanpa harus terbebani oleh biaya yang besar. Salah satu solusi yang mungkin adalah memperluas program pembiayaan sertifikasi oleh negara atau memberikan subsidi bagi pendamping desa yang membutuhkan.

Ketiga, pemerintah perlu konsisten dalam menerapkan kebijakan yang berkaitan dengan sertifikasi. Jika sertifikasi dianggap penting untuk meningkatkan kualitas pendamping desa, maka kebijakan ini harus ditegakkan dengan sungguh-sungguh, tanpa ada perubahan mendadak akibat pergantian pimpinan atau dinamika politik. Konsistensi kebijakan akan memberikan kepastian bagi para pendamping desa untuk mengembangkan diri dan berinvestasi dalam profesi mereka.

Dilema yang dihadapi pendamping desa saat ini mencerminkan ketidakstabilan yang lebih besar dalam tata kelola tenaga kerja kontrak di Indonesia. Di satu sisi, mereka dituntut untuk bekerja profesional dan memiliki kompetensi tinggi, tetapi di sisi lain, mereka dihadapkan pada ketidakpastian yang terus menghantui, baik dari segi status kontrak maupun kebijakan sertifikasi. 

Solusi jangka panjang dari negara sangat dibutuhkan untuk memberikan keadilan dan kepastian bagi para pendamping desa, agar mereka bisa fokus pada tugas utama mereka: mendukung pembangunan desa demi kesejahteraan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun