“Calon-calon bupati/walikota belum tentu orang-orang yang berjiwa besar, beda dengan calon-calon presiden. Apalagi kalau belum berpengalaman politik sama sekali. Makanya, ada calon yang loncat ke sungai, gantung diri, gila. Satu bulan sebelum pilkada (pemilihan langsung kepala daerah) bom waktu pilkada. Saya prediksi semua yang akan terjadi. Kalau sekarang banyak terjadi, saya tidak ikut berdosa.”
Menurutnya, pilkada adalah salah satu penyebab korupsi kepala daerah dan terwujudnya pemerintahan yang tidak baik. “Dia harus bayar ongkos mahal. Saya observasi di Mamuju dan Nunukan. Ada beberapa desa yang penduduknya membuka pintu rumahnya sampai subuh dan memberi tanda di pintu rumahnya ‘menerima uang’.
“Kita harus mewariskan pemerintahan yang baik bagi masa depan generasi-generasi kita. Apakah hasil pilkada berhasil mewujudkan pemerintahan yang baik ketimbang pemilihan lewat DPRD? Kita sudah merasakan lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. Tidak lebih baik. Kita jangan mengulur-ulur waktu. Berapa lagi uang negara yang dikorupsi. Belum lagi, hasil pilkada menganiaya birokrasi di daerah.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H