"Aku pikir, ini pelanggaran. Salah sendiri kenapa kamu berani-beraninya pakai uang masjid?" ujar Fit, setengah protes.
"Sssttt! Sekarang bukan saatnya saling salah. Tapi bagaimana cari jalan keluar, agar nama baik Amn terjaga dan program kita tetap berjalan. Ini kondisional. Amn memang salah. Tapi kalau sampai ini diketahui warga, kita semua juga yang akan rusak," kata saya menenangkan Amn yang sudah gusar.
"Tidak bisa. Itu tanggungjawabmu, Amn. Kami tidak mau tahu. Mau nama kamu buruk terserah. Itu salahmu sendiri!" Fit masih berkeras.
"Fit, tolong ngerti perasaan Amn. Waktunya tinggal hari ini. Nanti malam serah terima bendahara di masjid. Aku tahu, Amn memang salah, tapi jangan kamu larang niat baik Amn untuk mengembalikan uang setelah semua ini selesai. Ini pertaruhan nama baik penyuluh agama, Fit. Mati kita Fit, kalau sampai kasus ini bocor," saya kembali mendesak Fit supaya merelakan sesaat untuk ketenangan Amn.
"Aku tidak terima. Kepalang tanggung, sama-sama kita malu, uang itu kita bagi rata, utang Amn biar dia yang tanggung. Selesai. Program tidak usah kita jalankan. Jadi kita sama-sama rusak. Titik!" Fit benar-ebanr emosi ketika itu. Ternyata ada bau politik bumi hangus! Pikir saya kali itu.
"Fit, itu namanya bunuh diri. Itu lebih parah. Kamu mau merusak nama baik lembaga dan kami. Tolong kamu ngerti sedikitlah! Ini darurat, Fit. Darurat! Siapa sih yang mau terkena persoalan seperti Amn? Tidak ada Fit!? Coba kamu pikir kalau persoalan ini menimpa kamu. Berpikir agak longgar sedikitlah, jangan terlalu kaku!" nada saya mulai meninggi.
"Fit, kamu ini kok senang sekali kalau melihat orang susah seperti aku?!" Amn juga mulai bicara. Nadanya tak setuju dengan cara Fit yang keras.
"Itu salahmu sendiri. Kamu terlalu berani pakai uang masjid. Sementara kami-kami ini kan tidak tahu menahu soal itu. Kami ini yang jadi korban, ikut menanggung bebanmu. Sementara program kita harus diundur gara-gara kamu!" Fit memberondong kalimat semaunya.
"Oi, Fit! kalau kamu laki-laki aku ajak kau berkelahi. Sayangnya kamu ini perempuan," ujar Amn kian meninggi.
"Sudah! Sudah! Apa kamu pikir dengan berkelahi urusan ini selesai. Kamu tidak usah menantang-nantang seperti itu, Amn. Kamu ini memang salah. Fit memang benar. Kami sekarang sedang cari jalan keluar agar semua selesai dan citra penyuluh tidak rusak! Kok malah mau ngajak kelahi. Kamu maunya apa, sih, An!?" akhirnya terancing juga emosi saya.
"Tidak, kak. Maaf aku terbawa emosi. Aku minta nyawo, tolong nian dengan kawan-kawan untuk bisa membantu persoalan ini. Ini benar-benar diluar rencana. Bener, tidak pernah aku sangka-sangka, kalau isteriku harus melahirkan lebih cepat dari rencana," mata Amn berkaca-kaca.