Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan Pengasuh Ponpes Rumah Tahfidz Rahmat Palembang

Jurnalis, Dosen UIN Raden Fatah Palembang, dan sekarang mengelola Pondok Pesantren Rumah Tahfidz Rahmat Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Wartawan Nabi Palsu

5 Juni 2020   07:22 Diperbarui: 5 Juni 2020   07:25 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wartawan. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

"Lif, ini sampaikan ke Bos Mu, ya!" ujar Ko BunBun, sembari menyerahkan benda yang terbungkus koran.

"Tidak ada yang lain Ko?! Alif menghidari kemungkinan akan menjalankan dua kali kerja kalau saja masih ada yang tertinggal di Harapan Motor untuk Pak Herman.

"Cuma itu kok, Lif! Sori ya, kamu jadi repot ke sini lagi," Ko BunBun basa-basi.

Sampai di kantor, Alif tak menemukan Pak Herman. Tak mungkin benda itu disimpan di lemarinya tanpa se-izin Pak Herman.

"Sudah, Lif! Pak Herman muncul dari ruang pra cetak.

Alif berbalik mencari arah suara itu. Pak Herman sepertinya baru saja memeriksa halaman di ruang lay-out.

"Ini, Pak," Alif menyerahkan bungkusan itu pada Pak Herman. Alif belum beranjak dari hadapan Pak Herman. Alif masih menunggu perintah lanjutan usai menyelesaikan tugasnya. Sementara berita yang ditulis belum tuntas.

Pak Herman dengan senyum seketika membuka bungkusan itu. Sebuah kaos bermerk Mobil Timor tampak jelas. Beriring dengan itu, sebuah amplop jatuh, hingga menimbulkan bunyi. Mata Alif ikut terseret ke arah amplop. Alif menduga, ada benda pemberat di dalamnya. Kalau hanya selembar surat, jatuhnya tidak akan bersuara.

Buru-buru, Pak Herman mengambil amplop itu. Tatapannya ke kanan dan ke kiri. Gerak tubuh Pak seperti maling ketahuan tuan rumah. Sementara wartawan lain, siang itu hanya beberapa saja yang baru datang. Sehingga perilaku Pak Herman yang kikuk di hapadan Alif tidak terlihat. Pak Herman menutup bibirnya dengan jari telunjuk. Matanya menatap Alif. Pak Herman memberi isyarat agar Alif tidak bicara dengan siapapun atas kejadian siang itu.

Tiba-tiba, Pak Herman menarik tangan Alif. Tarikannya agak kuat sehingga Alif tak kuasa menolak ketika Pak Herman mengajaknya masuk ke ruang area smoking.

Kami duduk berhadapan. Di ruangan itu belum ada satu wartawan pun yang duduk santai meski sekadar rehat merokok. Pak Herman kemudian menyobek bagian ujung amplop pelan-pelan. Matanya mengintip si amplop. Alif sudah menduga isi amplop itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun