Kedua, hidup bukanlah kompetisi. Maksudnya, setiap orang punya garis start masing-masing. Jadi, tidak usah membanding-bandingkan hidup kita dengan orang lain.Â
Barangkali sering terlintas perasaan iri saat melihat kawan, sahabat, saudara, atau siapapun di lingkaran kita meraih kesuksesan.
Boleh jadi sahabat kita sudah menjadi direktur, professor, pengusaha, menteri atau sebagainya. Perasaan iri dalam diri kita itu sangatlah manusiawi, tetapi iri yang baik adalah iri yang sifatnya positif. Artinya, iri yang mengantarkan kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik.Â
Buku ini mengajak kita untuk tidak fokus melihat pencapaian orang lain. Tapi fokus pada tujuan kita. Tanyakan pada diri kita apa keinginan kita sebenarnya.
Jika kita sudah menentukan tujuan hidup kita, barulah kita merumuskan langkah-langkah serta berikhtiar untuk menggapainya.Â
Tak melulu harus sesuai keinginan, tapi minimal kita sudah berusaha. Apapun hasilnya nanti, itulah hasil dari kerja-kerja kita selama ini. Berbahagialah atas pencapaian itu.
Ketiga, fokuslah pada hidup kita. Seorang kawan pernah berujar bahwa sebaik-baiknya malas, adalah malas mengurusi hidup orang lain. Ada benarnya juga kata kawan itu.Â
Kita terlalu fokus pada hidup orang lain, kita sangat antusias mengomentari kehidupan mereka, sampai-sampai kita lupa mengurusi hidup kita sendiri.
Keempat, beranilah untuk menjadi orang biasa. Maksudnya, hiduplah secara normal, apa adanya, dan dalam batas kewajaran. Tak perlu terlihat superior. Tak perlu bersusah payah menampilkan kesan kepada orang lain bahwa kitalah yang terbaik.
Menjadi orang biasa tak mengubah nilai kita sebagai manusia. Sebab, mutiara tetaplah berharga meski di dalam lumpur sekalipun.Â
Menjadi orang biasa tak menghalangi kita untuk meraih kesuksesan. Sebab sukses tak selalu bergantung pada privilige, melainkan ketekunan dan kerja keras.