Mohon tunggu...
Humaniora

Tanpa Susi, Rembuk Nasional Kehilangan Ruh dan Semangat Rembuk

28 Juli 2017   01:02 Diperbarui: 28 Juli 2017   01:11 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika hal-hal tersebut dilakukan pendalaman secara komprehensif dalam rangkaian refleksi pencapaian, maka kritik, usulan dan masukan yang logis adalah terhadap upaya pelemahan kepada kebijakan Susi tersebut diatas. Publik mengetahui bahwa Susi lebih dari 2 tahun dari masa 3 tahun kepemimpinannya di KKP, terus menerus diganggu oleh banyak pihak. Tuntutannya yang paling sering adalah agar Susi mencabut keputusan pelarangan penggunaan cantrang. 

Padahal, pencabutan larangan penggunaan cantrang berarti pembiaran terhadap penangkapan ikan semena-mena yang menguntungkan industri usaha penangkapan ikan yang menggunakan cantrang dan berarti terjadi tindak ketidakadilan bagi nelayan yang amat mungkin kesulitan memperoleh ikan tangkap. Kritrik juga harus diarahkan bagi pihak-pihak yang menekan Susi mencabut larangan penggunaan cantrang, terutama mereka yang justru berada dalam pemerintahan dan atau mereka yang berasal dari kekuatan politik pendukung pemerintah, karena pembiaran penggunaan cantrang berarti membantu rusaknya lingkungan dan ekosistem kelautan.

Tapi sayangnya, Susi tidak menjadi bagian dari Rembuk Nasional III ini. Seharusnya, sebagai sebuah kementerian yang dipandang memiliki pencapaian yang baik, seyogyanya dalam kapasitasnya dibidang sumberdaya maritim, utamanya perikanan, dan juga lingkungan kelautan, Susi adalah pihak yang layak dilibatkan.

Mungkin panitia penyelenggara Rembuk Nasional III punya pertimbangan dan kacamata lain. Mungkin pula mereka hanya sekedar pencatat, dimana siapa yang hadir dan duduk dalam steering comitte sudah ditentukan dari "atas". Mereka hanya juru ketik.

Tetapi bagi saya, jika temanya rembuk nasional, maka objektifitas harus berada diatas segala hal. Bagaimana bisa mengaku rembuk bila semangat dan ruh dari rembuk saja tidak dimiliki. Bila memahami kata rembuk saja gagal paham, bisa jadi hasilnya rembuknya pun akan jauh dari paham. Akhirnya, acara rembuk cuma jadi ajang foto-foto dan pamer di media sosial. Tabik.

Oleh : Irwan. S

Penulis adalah rakyat Indonesia, tinggal di Jakarta     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun