"Benar" jawabku sejurus kemudian.
"Tapi tidak seperti ini, Bening" sambungku.
Bening berdiri. Meletakkan sisirnya di atas meja rias. Ia menghela napas berat.
"Mbak tidak ingat? Setelah Mbak datang ke dalam kehidupan Mas Rudi, aku yang menjadi pembantu di rumah ini" katanya sembari membelakangiku.
Aku tercekat.
"Mbak tidak ingat? Aku yang selalu diperalat Ibu untuk melakukan banyak hal di rumah ini. Mbak memang menantu kesayangan Bapak dan Ibu hingga menggeser kasih sayang mereka. Mbak tidak ingat? Aku yang melakukan segalanya sementara Mbak tidak"
"Mbak tidak pernah mengerti kewajiban sebagai istri, terlalu sibuk bekerja. Mbak bahkan tidak tahu penyakit Mas Rudi hingga akhirnya beliau meninggal. Mbak terlambat memiliki momongan karena hanya mengejar karir, karir dan karir. Mbak tidak tau kalau..."
Plak!!
Kudaratkan tamparan pada pipinya. Bening diam untuk sesaat. Kemudian setelah aku sadar akan perbuatanku yang kelewatan, ia sudah pergi dari kamar menggendong bayinya.
 "Bening, maafkan Mbak"
Bening meninggalkanku, meninggalkan bunga bunga mawar yang mulai mekar. Bening tak pernah kembali setelah itu.